Harga Garam Naik 500 Persen, Nelayan Pesisir Tiku Berhenti Produksi Ikan Kering

Harga Garam Naik 500 Persen, Nelayan Pesisir Tiku Berhenti Produksi Ikan Kering
Nelayan pesisir Pantai Tiku, Agam, Sumatera Barat. Foto: padangekspres/jpg

Sehari, menurut perhitungannya, kebutuhan garam terhadap 300 kilogram ikan basah setara 40 kilogram. ”Jika diperkirakan tiap lapak nelayan dapat memproduksi 60 kilo ikan kering, maka sehari nelayan khususnya di Pantai Tiku dapat memproduksi 3 ton ikan kering. Artinya kami membutuhkan minimal 400 kilogram garam sehari,” ujarnya.

Hal itu, belum lagi mengingat kebutuhan yang serupa bagi nelayan di Masang, Labuhan, Muaroputuih, Tiagan dan daerah lainnya di pesisir laut Tanjungmutiara.

”Kami terpaksa membeli ke Padang, karena koperasi di Tiku yang dulu pernah memproduksi garam sejak beberapa tahun terakhir telah tutup. Hingga hari ini, kami baru dapat mengeluh, kami sudah coba sampaikan aspirasi ini kepada anggota dewan di DPRD Agam, namun belum ada tanggapan,” imbuhnya.

Kepala Dinas Perikanan dan Ketahanan Pangan (DPKP) Agam, Ermanto membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya, melonjaknya harga garam dikarenakan produksi garam di Indonesia sangat terbatas.

Produksi garam dipengaruhi faktor cuaca. Sekarang cuaca di laut Jawa kurang bagus, sehingga petani garam tidak bisa berproduksi maksimal.

”Produksi garam kan hanya di laut Jawa. Sementara, saat ini cuaca tidak bagus, sehingga petani garam tidak bisa memproduksi garam dengan maksimal,” ujar Ermanto.

Ermanto mengaku, tidak dapat berbuat banyak sebab pihaknya juga kesulitan dalam mendapatkan garam. Usaha pembuatan batu es yang dikelola DPKP Agam juga membutuhkan garam sebagai bahan baku produksi. ”Setiap bulannya DPKP Agam butuh garam hingga dua ton untuk produksi batu es,” ujar Ermanto. (r)


Nelayan pesisir Pantai Tiku dikabarkan berhenti memproduksi ikan kering. Hal itu akibat melonjaknya harga garam.


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News