Haruna Soemitro

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Haruna Soemitro
Haruna Soemitro. Foto: JPNN.com

Conflict of interest, mungkin, tidak ada di kamus PSSI. Karena itu biasa saja kalau ada yang merangkap jabatan. Karena itu, ketika Haruna mengkritik praktik internal di lingkungan PSSI hal itu sama saja dengan menepuk air di dulang tepercik muka sendiri.

Kali ini bukan sekadar tepercik muka sendiri, tetapi sama saja dengan disiram air sedulang yang membuat PSSI basah kuyup. Konflik kepentingan di internal PSSI terbongkar sendiri dari pernyataan Haruna.

Ada rebutan proyek naturalisasi pemain asing di PSSI. Itu salah satunya. Sudah jelas bahwa di internal PSSI sendiri proyek itu tidak mendapat dukungan dan jadi rebutan.

Konflik internal PSSI selalu lebih ramai dibanding prestasinya. Nama-nama pengurus PSSI mungkin lebih terkenal dibanding nama-nama pemain nasional PSSI.

Nama Haruna Soemitro, Iwan Budianto, atau Mochamad Iriawan, jauh lebih dikenal ketimbang nama striker timnas pribumi Indonesia.

Tentu ini berbanding terbalik dengan negara-negara di seberang sana. Kita hampir tidak pernah mendengar nama ketua FA, ketua Bundesliga, ketua KNVB, atau ketua FIGC. Namun, mungkin kita hafal nama bintang-bintang liga mereka karena setiap detik beritanya bermunculan.

Tidak fair memang memperbandingkan PSSI dengan asosiasi-asosiasi di Eropa itu. Namun, setidaknya kita bisa mengaca diri bagaimana asosiasi yang profesional itu memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator yang menjamin terciptanya iklim kompetisi yang profesional yang kondusif untuk menciptakan prestasi timmas yang optimal.

Publik bola sempat menaruh harapan tinggi terhadap kepemimpinan Mochamad Iriawan. Apalagi Indonesia sudah mendapat kepercayaan FIFA untuk menjadi tuan rumah tunggal Piala Dunia U-20. Rencananya perhelatan itu akan digelar pada 2020, tetapi molor karena pandemi.

Haruna Soemitro menyindir Shin Tae Yong karena Indonesia gagal menjadi juara Piala AFF.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News