Hendardi: Membiarkan Kerumunan Pengagum Habib Rizieq Bukti Kegagapan Jokowi

Hendardi: Membiarkan Kerumunan Pengagum Habib Rizieq Bukti Kegagapan Jokowi
Ketua Setara Institute Hendardi. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pembiaran negara atas kerumunan massa yang mengiringi rangkaian kedatangan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) alias Habib Rizieq dari Arab Saudi, kegiatan-kegiatan safari dakwah, dan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putri MRS, menjadi paradoks kepemimpinan politik Jokowi dan jajarannya dalam penanganan Covid-19.

“Jangankan kewajiban menjalankan protokol kesehatan, prinsip hukum salus populi suprema lex esto yang selama ini digaungkan oleh para pejabat negara dan aparat keamanan, sama sekali tidak berlaku bagi kerumunan yang diciptakan oleh kedatangan MRS,” kata Ketua SETARA Institute, Hendardi dalam pernyataan persnya, Minggu (15/11).

Menurut Hendardi, asas yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi selama ini telah digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan-pembatasan sosial termasuk bahkan digunakan untuk melakukan pembubaran kegiatan-kegiatan yang mengkritisi kinerja pemerintah.

Para pihak, sejauh ini hanya menyampaikan imbauan agar kerumunan itu menerapkan protokol kesehatan sama seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Nikita Mirzani yang secara satir mengkritik keras kerumunan dalam beberapa hari belakangan ini.

Padahal, menurut Hendardi, tugas pemerintah adalah mengambil tindakan hukum. Sungguh peragaan tata kelola pemerintahan yang melukai para dokter dan perawat yang terus berjuang, para siswa-siswi sekolah yang sudah jenuh dengan belajar daring, dan para korban PHK (pemutusan hubungan kerja) yang tidak bisa menggapai impiannya untuk terus bekerja, akibat ganasnya Covid-19.

Lebih lanjut, Hendardi mengatakan pilihan politik akomodasi Jokowi terutama sejak merangkul Prabowo Subianto, membiarkan eks Tim Mawar menduduki jabatan, obral Bintang Mahaputera ke sejumlah elite oposisi adalah ijtihad politik keliru.

Orientasi politik akomodasi adalah terciptanya stabilitas politik dan keamanan. Tetapi akomodasi pragmatis tanpa basis ideologi dan gagasan justru telah menyandera Jokowi dalam kalkulasi-kalkulasi politik pragmatis.

“Pembiaran atas kerumunan yang diciptakan oleh massa pengagum MRS adalah bukti kegagapan Jokowi dalam kalkulasi politik yang menjebaknya,” tegas Hendardi.

Jika Jokowi tidak terjebak dalam politik akomodasi, seharusnya sebagai seorang Presiden segera memerintahkan Kapolri untuk menindak kerumunan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News