Hidayat Menilai Penerapan Darurat Sipil Mengancam Kehidupan Demokrasi

Hidayat Menilai Penerapan Darurat Sipil Mengancam Kehidupan Demokrasi
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid (HNW). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HMW) mengkritik rencana Presiden Joko Widodo yang ingin menerapkan darurat sipil untuk mengatasi wabah virus corona atau covid-19. Menurut dia, hal itu sebagai kebijakan yang tidak proporsional dan harusnya dibatalkan.

HNW menyebut bahwa salah satu asas yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), adalah asas proporsionalitas. Di mana kebijakan pemerintah harus sesuai dengan ekskalasi dan spektrum ancaman yang ada.

Apabila tidak proprosional, maka efek rusaknya bisa lebih parah dan berimbas ke yang lain. “Ini ibarat membunuh nyamuk dengan basoka, bukan dengan semprotan nyamuk,” kata HNW melalui siaran pers yang diterima JPNN di Jakarta, Selasa (31/3).

HNW menambahkan, analogi ini relevan, karena mungkin saja Jokowi mengancam rakyat karena dinilai tak laksanakan ketentuan terkait dengan social distancing sehingga korban corona terus berjatuhan. Dengan ancaman rencana penerapan Darurat Sipil bisa meredam atau menakut-nakuti orang untuk berdiam diri di rumah, tetapi ada bahaya yang lebih besar, yakni ancaman terhadap kehidupan berdemokrasi.

Politikus dari PKS ini menerangkan, beberapa ketentuan dalam Perpu No 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang menjadi dasar pemberlakuan Darurat Sipil pada masanya sudah terbukti mengancam demokrasi, dan potensi itu harus dihindari.

Apalagi, lanjut HNW, di antara ketentuan-ketentuan Perpu tersebut juga tidak relevan dengan era demokrasi dan pandemi korona. Salah satunya adalah Pasal 17 yang memberi kewenangan kepada penguasa darurat sipil untuk mengetahui percakapan-percakapan kantor telepon atau kantor radio, hingga membatasi pemakaian bahasa lain selain bahasa Indonesia.

“Itu jelas tidak ada hubungannya dengan wabah virus Covid-19,” ujarnya.

HNW menambahkan penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yang kemudian ditetapkan menjadi UU melalui UU No. 1 Tahun 1961 juga sangat kental nuansa mengarahkan keadaan bahaya berkaitan dengan bahaya fisik, seperti bahaya militer atau kerusuhan, bukan berkaitan dengan wabah penyakit.

Menurut Hidayat, penerapan daruat sipil ini ibarat membunuh nyamuk dengan basoka. Ini bisa mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News