Hilirisasi Rudi

Oleh: Dahlan Iskan

Hilirisasi Rudi
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Ternyata punya kemampuan produksi saja tidak cukup. Tanpa kemampuan marketing usaha tidak jalan," ujarnya.

Baca Juga:

Rudi pun ingin punya kemampuan marketing. dIa ke Surabaya. Cari kerja yang terkait marketing. Dia jualan alat-alat rumah tangga di perusahaan besar. Dalam dua tahun berhasil jadi penjual yang baik.

Datanglah Covid-19.

Rudi pulang ke Sine. Di Sine Rudi melihat begitu banyak tanah telantar. Milik desa. Dia tahu mengapa telantar: ditanami jagung dimakan kera; ditanami ubi dimakan babi. Desa itu memang di pinggir hutan jati.

Saat itu Rudi sudah sering mendengar kata porang: lagi populer saat itu. Dia menyebut nama orang yang memopulerkannya –Anda mungkin tidak tahu siapa nama orang itu.

Rudi pun menanam porang. Dua hektare. Harga jual porang lagi gila-gilaan: sampai Rp 8.000/kg basah. Petani lain pun ikut menanam di lahan sekitarnya. Total sekitar 30 petani yang ikut jejak Rudi.

Harga porang jatuh. Tinggal Rp 2.500/kg. Kalau toh sempat naik lagi hanya sampai Rp 3.000/kg. Harga tinggi tidak pernah datang lagi.

Banyak petani yang kapok menanam porang. Apalagi yang lahannya subur. Rugi besar.

INILAH contoh nyata: kesulitan tidak hanya dikeluhkan tetapi harus diterobos. Sang penerobos datang dari Desa Sine –Anda pasti tahu di mana Sine.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News