HNW: Tidak Semestinya Menanggalkan TAP MPRS Larangan Ideologi Komunisme Dalam Draf RUU HIP

HNW: Tidak Semestinya Menanggalkan TAP MPRS Larangan Ideologi Komunisme Dalam Draf RUU HIP
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR

Beberapa di antaranya adalah ketentuan Pasal 107a sampai dengan Pasal 107e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 4 ayat (3) UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara yang menyebutkan secara spesifik bahwa komunisme sebagai salah satu bentuk ancaman bagi negara. Dan Pasal 59 ayat (4) huruf c Jo. Pasal 82A ayat (2) UU Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang memuat larangan bagi Ormas menyebarkan ajaran atheisme, komunisme, marxisme-leninisme dan sanksi pidana bagi anggota Ormas yang melanggar larangan itu.

Anehnya, kata HNW, perancang RUU ini malah memasukkan 8 TAP MPR lainnya yang tak terkait langsung dengan Ideologi Pancasila, di antaranya TAP MPR no VII/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, dan TAP MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, disebut secara jelas sebagai dasar hukum.

“Ini aneh, ada 8 TAP MPR yang dijadikan dasar hukum pembentukan RUU HIP, padahal tak terkait langsung dengan ideologi Pancasila, tetapi ada TAP MPR yang sangat terkait dan menjaga ideologi Pancasila dari ideologi yang merongrongnya, yaitu  komunisme, malah tidak dimasukkan,” ujarnya.

Kalau serius dan fokus ingin menghadirkan UU HIP, dan menghilangkan kecurigaan Rakyat, kata Hidayat semestinya TAP MPR yang terkait langsung dengan penyelamatan haluan ideologi Pancasila yaitu TAP MPRS No 25/1966 lebih layak dimasukkan, dan bahkan mestinya dicantumkan pada penyebutan awal.

Perlu ditegaskan pula sejak awal, bahwa yang dimaksud dengan Pancasila adalah Pancasila dalam bentuk final sesuai kesepakatan para Founding Fathers dalam PPKI pada 18 Agustus 1945, bukan yang lainnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan pemilihan acuan hukum yang tepat sangat dibutuhkan dalam memahami dan melihat arah suatu pengaturan RUU.

“Inisiator dan penyusun RUU HIP sudah diingatkan oleh Anggota FPKS pada saat rapat-rapat di Badan Legislasi DPR, soal rasionalitas memasukan TAP MPRS tentang Larangan PKI dan Penyebaran Ideologi Komunis tersebut sejak dibahas di Badan Legislasi DPR RI.

Namun, hingga ditetapkan sebagai RUU Usul Inisiatif DPR, TAP MPRS, pada Rapat Paripurna DPR, usulan-usulan itu tidak juga dimasukkan sebagai dasar hukum. Karenanya wajar bila FPKS menyampaikan penolakan RUU ini bila tidak memasukkan TAP MPRS no 25/1966,” ujarnya.

Menurut HNW, RUU HIP akan kehilangan rohnya apabila tidak mempertimbangkan sejarah pembentukan Pancasila sebagai ideologi Bangsa dan Negara, hingga mencapai kesepakatan final PPKI pada 18 Agustus 1945.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News