I AM NOT A VIRUS: Perlawanan 4 Seniman Indonesia terhadap Rasisme di Australia

"Tradisi Hokkien, Indonesia, Australia, dikeluarkan. Warna [melambangkan] mixed culture [kebudayaan beragam] dan ras. Tidak ada diskriminasi," katanya.
"Ceng Beng" juga berisi doa Jayanto bagi negara tempat tinggalnya selama 23 tahun ini.
"Sebagai orang ras campur, kelompok minoritas seharusnya diberi perhatian, jangan hanya di stereotype [diberi label]," tuturnya.
'My Country Is My Pain'
Walau tidak mengalami langsung, Elina Simbolon melihat tindakan rasisme terhadap warga Asia-Australia sebagai hal yang "sangat gelap dan menyakitkan".
Reaksi akan peristiwa tersebut diwujudkannya dalam bentuk pakaian yang terbuat dari masker berwarna hitam, bertuliskan "My Country Is My Pain" atau negaraku adalah penderitaanku.
Kalimat lain yang juga ia tuliskan adalah "You Don't Belong Here" yang berarti "Kamu Tidak Layak Tinggal di Sini".
Kedua kalimat ini dituliskannya dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Kanton.
"Ini gabungan dari sculpture, fotografi, dan teks 'You Don't Belong Here', istilahnya orang mengecap kita," kata Elina, seniman asal Indonesia di Melbourne, Australia.
Dari masker yang menjadi pakaian hingga makanan yang terbuat dari keramik, empat seniman berdarah Indonesia di Australia menyuarakan pikiran mereka dalam proyek
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya
- Dunia Hari Ini: PM Terpilih Kanada Minta Waspadai Ancaman AS
- Macron Tegaskan Tak Ada Tempat untuk Kebencian dan Rasisme di Prancis
- Dunia Hari Ini: Sebuah Mobil Tabrak Festival di Kanada, 11 Orang Tewas