Imbas Pertambangan Tanpa Izin, Kasus Malaria Melonjak di Pohuwato

Imbas Pertambangan Tanpa Izin, Kasus Malaria Melonjak di Pohuwato
Nyamuk malaria. Foto Antara

Di tengah banyaknya kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan ilegal dan padatnya jumlah masyarakat penambang yang tinggal di camp-camp yang sempit di tengah hutan, maka risiko kenaikan kasus Malaria makin tinggi.

Secara epidemiologi, angka kejadian kasus Malaria dengan tingkat pertumbuhan rata-rata adalah 2 kasus baru per hari, 11 kasus baru per minggu, dan 48 kasus baru per bulan, serta sampai saat ini secara akumulatif telah mencapai angka 631 kasus. Dengan demikian, paparnya, dapat disebutkan bahwa jumlah pertumbuhannya adalah sangat tinggi dan belum terkendali.

Kondisi kasus Malaria di Pohuwato sudah bukan lagi kasus impor, karena sudah terjadi penularan setempat (Indigenous cases).

Bahkan, jika dilihat dari grafik epidemiologi, masih terus terjadi peningkatan dan belum ada tanda menurun atau melandai.

“Masih sangat berpotensi terjadi penambahan kasus baru dan bahkan berpotensi terjadi ledakan kasus, jika kubangan bekas tambang ilegal tidak ditutup dan tidak direhabilitasi. Apalagi jika aktivitas pertambangan dengan alat berat oleh masyarakat di tengah hutan masih terus dilakukan,” katanya.

Untuk memutus mata rantai penularan, diperlukan upaya pengendalian, pencegahan penularan, dan pengobatan tepat dan cepat secara serius, komprehensif dan terintegrasi.

Sejumlah langkah yang dapat diambil adalah dengan melakukan rekayasa lingkungan, yaitu penutupan bekas kubangan galian eskavator.

Langkah lain adalah menghentikan aktivitas manusia termasuk kebiasaan bermalam di camp-camp tambang ilegal di seputar area hutan yang merupakan habitat ekosistem alami dari vektor nyamuk Anopheles tersebut.

Salah satunya lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News