Imbas Pertambangan Tanpa Izin, Kasus Malaria Melonjak di Pohuwato

Imbas Pertambangan Tanpa Izin, Kasus Malaria Melonjak di Pohuwato
Nyamuk malaria. Foto Antara

jpnn.com, POHUWATO - Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu masalah kesehatan.

Salah satunya lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

Hal ini terjadi di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, salah satu daerah yang marak dengan aktivitas pertambangan ilegal di Indonesia.

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, Selasa (12/12), ditemukan 2 kasus pertama pada minggu ke-5 (Bulan Februari) 2023 yang dialami oleh pekerja tambang ilegal.

Pada minggu ke-6 2023 hingga minggu ke-48 pada 6 Desember 2023, jumlah kasus Malaria di Pohuwato terkonfirmasi mencapai 631 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pohuwato, Fidi Mustofa mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian dan menemukan bahwa kubangan air di lokasi galian bekas tambang ilegal menjadi pemicu lonjakan kasus Malaria.

“Memang secara riil, faktanya dapat saya gambarkan bahwa dampak dari kubangan bekas galian eskavator akibat aktivitas pertambangan masyarakat yang menggunakan alat berat terhadap status dan derajat kesehatan masyarakat memang sangat besar, di mana saat ini saja Kabupaten Pohuwato sudah ditetapkan sebagai daerah dengan Status “Kejadian Luar Biasa” (KLB) Malaria,” ujar Fidi.

Dengan waktu penetasan telur nyamuk yang singkat, yaitu hanya antara 2-3 hari dengan jumlah telur dapat mencapai 200 butir oleh 1 ekor nyamuk anopheles betina, maka hanya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu bagi telur-telur tersebut untuk tumbuh menjadi nyamuk dewasa.

Salah satunya lonjakan kasus Malaria di sekitar area pertambangan ilegal akibat lubang galian tambang yang menjadi sarang nyamuk Malaria.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News