Omzet Peritel Offline Turun, Ternyata Ini Pemicunya

Omzet Peritel Offline Turun, Ternyata Ini Pemicunya
Uang rupiah. Foto ilustrasi: istimewa

“Jika mengikuti itu, maka ritel akan berkembang. Ritel harus mampu menangkap peluang,” sebutnya.

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus berperan untuk menjembatani peritel offline dan online. Ritel offline tentu menuntut kesetaraan, karena orang belanja online tidak dikenakan pajak. Bahkan seharusnya pajak online itu dibesarkan karena mereka tidak punya tempat.

“Ini harus cepat-cepat diantisipasi supaya ritel bisa bersaing sehat,” imbuh Mall Director Palembang Icon ini.

Bendahara DPD Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia) Sumsel, Arvan Zulhandy juga meyakini, dunia ritel di Sumsel khususnya masih berkembang.

“Kita tertolong tren wong Sumsel suka belanja,” cetusnya. Tapi dia tak menampik, beberapa ritel ada yang tutup, tapi walau begitu ada juga ritel yang buka cabang. Jadi sebenarnya, peritel itu melakukan optimalisasi operasional.

Dia mengakui jika market ritel turun, tapi sebenarnya potensi market masih bisa digarap. “Sekarang bagaimana kita mengatur core business ini. Apa yang merugikan kita sisihkan, apa yang baru seperti online kita ikut garap,” ujarnya. Makanya toko offline pun mulai rambah online seperti Ramayana join Tokopedia.

“Ritel masih bisa hidup tergantung strategi pasarnya,” lanjut Store Manager Ramayana Palembang ini. Walaupun begitu, pemerintah punya peran yang besar untuk mengatur persaingan toko offline dan online, jangan 'gontok-gontokkan' seperti transportasi online dan konvensional. “Harus ada aturan yang jelas,” bebernya.

Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Sumsel, Agus Yudiantoro, menerangkan pada prinsipnya pemerintah mendukung ritel offline maupun online.

Turunnya omzet peritel offline (konvensional) belakangan bukan karena semata-mata perubahan pola belanja konsumen ke transaksi online.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News