Industri Tekstil Bakal Stagnan
Terimbas Inflasi dan Impor Ilegal
Senin, 16 Juni 2008 – 12:37 WIB
Baca Juga:
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno mengemukakan, kenaikan harga BBM telah memukul daya beli masyarakat. "Karena tekstil bukan produk primer, mau tidak mau, akan semakin tersisih dari prioritas kebutuhan masyarakat," ujarnya di Jakarta.
Apalagi, sambung Benny, kebutuhan TPT kini dikalahkan oleh kebutuhan masyarakat lainnya, seperti alat-alat telekomunikasi. "Sekarang orang akan berpikir beberapa kali sebelum membeli produk tekstil," katanya.
Di samping inflasi, kata Benny, industri TPT dihadapkan pada kenyataan buruk berupa maraknya impor ilegal. Kehadiran produk-produk selundupan itu merusak pasar domestik karena harganya sangat murah sebagai akibat tak ada bea masuk yang harus dibayar.
Dari tahun ke tahun, volume TPT impor ilegal semakin membesar. Pada 2004, impor TPT ilegal masih 195 ribu ton. Kemudian, pada 2005 melonjak menjadi 489 ribu ton. Lantas, setahun kemudian naik menjadi 506 ribu ton. Dan, pada 2007, produk TPT hasil impor ilegal diperkirakan mencapai 882 ribu ton. "Potensi kerugiannya lebih dari USD 4 miliar," terangnya. Nilai sebesar itu sebenarnya bisa dinikmati oleh produsen lokal. "Sedangkan kerugian pajak pemerintah
JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tahun ini diprediksi akan berjalan melambat. Selain karena inflasi akibat kenaikan harga
BERITA TERKAIT
- Begini Respons Bea Cukai soal Relaksasi Kebijakan Larangan Pembatasan Barang Impor
- Jawab Tantangan Bisnis ke Depan, Pertamina Luncurkan Competency Development Program
- Harga Emas Antam Sabtu 18 Mei 2024, Naik Rp 7.000 Per Gram
- Layanan SIM Keliling Lima Lokasi di Jakarta Hari Ini
- Anak Usaha SIG Raih BUMN Entrepreneurial Marketing Awards 2024
- Stimuno Kembali Raih Penghargaan Top Brand For Kids Awards