Ini 7 Organisasi dan Lembaga yang Tidak Setuju Pelabelan BPA

Ini 7 Organisasi dan Lembaga yang Tidak Setuju Pelabelan BPA
Arsip Foto - Pekerja melintas di depan depo pengisian air minum dalam kemasan Daan Mogot, Jakarta, Sabtu (7/8/2021). FOTO: ANTARA/Rivan Awal Lingga/foc.

“Bagaimana dampaknya terhadap investasi kemasan galon guna ulang yang existing yang jumlahnya tidak sedikit? Bagaimana dengan dampak psikologis masyarakat yang selama ini mengkonsumsi kemasan guna ulang?” ucapnya.

Seharusnya, kata Edy, BPOM perlu lebih berhati-hati dalam melakukan setiap kebijakan yang akan berdampak luas terhadap masyarakat. “Mestinya setiap kebijakan harus ada RIA (Risk Impact Analysis) yang mempertimbangkan berbagai dampak, antara lain teknis, kesehatan, keekonomian, sosial, dan lain-lain,” tukasnya.

Pandangan serupa juga dilontarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN). Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Heru Suseno, mengatakan sampai sejauh ini belum ada permintaan dari pihak manapun untuk mengubah acuan terhadap standar keamanan kemasan galon berbahan polycarbonat hingga saat ini.

Dia mengatakan AMDK galon guna ulang adalah kemasan yang sudah bersertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dari Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). “Produk yang sudah ada SNI-nya itu lebih nyaman dan sudah aman untuk digunakan dan dikonsumsi,” ucapnya.

Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU) juga menduga ada unsur persaingan usaha di balik wacana pelabelan BPA ini. Komisioner KPPU, Chandra Setiawan melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.

“Sebabnya 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.

Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) adalah salah satu asosiasi dunia usaha yang menolak keras wacana pelabelan BPA ini. Mereka menilai, rencana pelabelan risiko BPA pada air minum kemasan akan berdampak pada matinya industri AMDK.

“Galon isi ulang sudah digunakan hampir 40 tahun, tidak saja oleh rumah tangga di perkotaan tetapi juga di sub-urban, termasuk di institusi pemerintah, rumah sakit, kantor dan lainnya,” ujar Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat.

Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo) bahkan dengan tegas menolak wacana pelabelan BPA ini. Ketua Asdamindo, Erik Garnadi, mengatakan galon guna ulang ini sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu dan belum ada laporan itu berbahaya.

Polemik seputar rencana pelabelan Bisfenol A (BPA) hingga saat ini masih terjadi. Setidaknya ada 7 organisasi & lembaga menyatakan tak setuju dengan wacana itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News