Jadi Beban Negara Terbesar, Penyakit Gangguan Jiwa Malah Disepelekan Pemerintah

Jadi Beban Negara Terbesar, Penyakit Gangguan Jiwa Malah Disepelekan Pemerintah
Noriyu saat memberikan pemaparan soal gangguan jiwa. Foto : Mesya Mohammad/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Bakeswa Indonesia dan Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menyayangkan minimnya perhatian pemerintah terhadap penanganan gangguan jiwa.

Padahal data dari World Economic Forum untuk proyeksi 2012-2020 menyebutkan, total ouput loss atau kehilangan besar akibat penyakit tidak menular terhadap PDB itu ada lima.

Yaitu, kardiovaskular (gangguan pada jantung dan pembuluh darah), gangguan jiwa, penyakit paru, kanker dan diabetes.

"Itu gangguan jiwa nomor dua. Jadi range-nya 35 persen kardiovaskular dan 21 persen gangguan jiwa. Ini secara ekonomi kuat pengaruhnya karena ternyata gangguan jiwa jadi beban negara terbesar kedua," kata Noriyu, sapaan karib Nova Riyanti dalam diskusi bertajuk #1 Jakarta Mental Health Convention yang dibesut Badan Kesehatan Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia) bersama GE Volunteers dan Kopi Panas Foundation di Jakarta, Sabtu (21/9).

Dia melanjutkan, data sudah bicara dan para pegiat kesehatan jiwa selalu ditantang bahwa anggaran di Kementerian Kesehatan harus berbasis bukti.

"Kalau mau berbasis bukti, kenapa UU Kesehatan Jiwa (Keswa) yang sudah ditetapkan 2014 tidak diimplementasikan pemerintah. Bahkan lima aturan turunan UU Keswa belum satupun diterbitkan," sesalnya.

Menurut Noriyu, jika UU Keswa diimplementasikan pemerintah, ada pasal 65 ayat 3 yang mengamanatkan menteri kesehatan menetapkan pusat penelitian dan pengembangan teknologi.

Artinya akan ada penelitian-penelitian dilakukan di situ yang mendukung meningkatnya anggaran karena berbasis bukti.

Menyayangkan minimnya perhatian pemerintah terhadap penanganan pasien gangguan jiwa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News