Jago Wayan

Oleh: Dahlan Iskan

Jago Wayan
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - IA berhenti dari tentara. Pangkatnya mayor. Uangnya sudah banyak. Ia merasa tidak enak: jadi tentara merangkap jadi pengusaha sukses.

Namanya: Wayan Supadno. Ia orang asli Yogyakarta. Ketika masih bayi ikut nenek bertransmigrasi ke ujung timur pulau Jawa. Ke Grajakan. Ke pinggir hutan di selatan Banyuwangi. Ayahnya ikut juga dalam rombongan neneknya itu.

Di situlah Wayan sekolah. Lalu masuk D3 Unair. Sambil bekerja: memberi kursus bimbingan tes. Juga jadi cleaning service untuk rumah tempatnya menumpang: agar tidak perlu bayar kos.

Sebagai keluarga transmigran orang tuanya tidak mungkin membiayai Wayan kuliah. Apalagi sang ayah belakangan ikut jejak orang tuanya: bertransmigrasi ke Sulawesi Tengah.

Selesai kuliah, Wayan melamar ke perusahaan farmasi asing. Jadi detailer. Pekerjaan utamanya mendatangi dokter. Agar mau memasukkan obat dari perusahaannya ke resep sang dokter.

Wayan ditempatkan di Banjarmasin. Awalnya begitu sulit ketemu dokter. Selalu saja ditolak. Lalu ia menemukan cara. Ia cari tahu kapan anak dokter itu ulang tahun. Lalu cari tahu: apa hobi si anak. Hari itu Wayan pun menyerahkan hadiah ulang tahun ke rumah dokter: mobil. Mobil mainan.

Prestasi Wayan dihargai. Ia dipindah ke wilayah yang lebih besar: Sulawesi Selatan. Sukses lagi. Giliran Wayan yang minta pindah: ke Bali. Wilayahnya termasuk NTB. Permintaannya dipenuhi.

Di Bali, Wayan terpikir bisa dekat dengan, ehm, gadis yang diincarnya –sejak masih di SMP di selatan Banyuwangi. Ia ingat pernah kirim surat cinta ke gadis SMP itu: ditolak. Surat dikembalikan. Beserta amplopnya. Masih utuh. Amplop itu belum dibuka.

Namanya: Wayan Supadno. Dia berhenti dari tentara. Pangkatnya mayor. Uangnya sudah banyak. Ia merasa tidak enak: jadi tentara merangkap jadi pengusaha sukses.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News