Yogyakarta Siap Songsong Gubernur Perempuan

Yogyakarta Siap Songsong Gubernur Perempuan
Sri Sultan HB X di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Foto: Radar Jogja

Namun tatkala sultan yang bertakhta tidak punya keturunan laki-laki, maka anak perempuannya dapat menggantikan ayahandanya. “Naskah itu ditandatangani Sultan HB V,” jelasnya.

Sejarah seolah-olah terulang. Di masa sultan kesepuluh ini lima anaknya semuanya perempuan. Mereka terlahir dari satu istri. Yakni permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas. Menurut Romo Noer, keputusan HB X hanya memiliki seorang istri sebagai bentuk keteladanan.

Sebab, bisa saja sultan punya istri lebih dari satu. Apalagi tujuannya mencari keturunan laki-laki. “Apa susahnya. Tapi itu tidak dilakukan. Ngarsa Dalem menjadi contoh. Seorang sultan itu bukan ditentukan jenis kelamin, laki-laki atau perempuan. Tapi, lebih pada sosoknya,” tegasnya.

Lebih dari tiga jam nonstop Romo Noer bicara. Dengan penuh semangat dia mengulas sejarah suksesi Kerajaan Mataram yang penuh dinamika. Pusat kerajaan juga mengalami lima kali perpindahan. Dari Kotagede, Kerta, Plered, kemudian Kartasura dan terakhir di Surakarta. Setiap kali pergantian raja diikut perubahan nama raja yang bertakhta.

Sebut saja saat Mataram berpusat di Kartasura. Raja yang bertakhta melestarikan gelar Amangkurat. Itu dimulai dari Susuhunan Amangkurat II. Dilanjutkan Amangkurat III. Gelar itu dipakai sejak Amangkurat I atau Hamangkurat Agung semasa keratonnya berada di Plered, Bantul.

Saat Amangkurat III digantikan pamannya, Pangeran Poeger, gelarnya bukan Amangkurat IV. Tapi Susuhunan Paku Buwono (PB) I. Putra mahkota PB I yang menggantikan ayahnya ternyata tak memakai gelar PB II. Namun kembali memakai nama kakeknya, Amangkurat IV.

Kejadian ini kembali terulang. Putra mahkota Amangkurat IV tidak mau melestarikan nama ayahnya. Lebih memilih gelar Susuhunan PB II. Sebutan yang pernah dipakai kakeknya, PB I.

Cerita Romo Noer itu secara tersirat ingin menjelaskan peristiwa bersejarah yang berlangsung di Keraton Jogja pada 30 April 2015. Ketika itu, Sultan Hamengku Buwono X secara mengejutkan mengubah nama dan gelarnya. Dari Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono Kasepuluh.

Keraton Jogja rupanya benar-benar telah siap menyongsong lahirnya gubernur perempuan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News