Junta Berlakukan Wajib Militer, Warga Sipil Myanmar Dalam Bahaya

Junta Berlakukan Wajib Militer, Warga Sipil Myanmar Dalam Bahaya
Tentara berdiri di samping kendaraan militer ketika orang-orang berkumpul untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 15 Februari 2021. Foto: REUTERS/Stringer

jpnn.com, JENEWA - Pakar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut junta militer Myanmar menjadi “ancaman yang lebih besar” bagi warga sipil, karena negara tersebut memberlakukan wajib militer, Rabu (21/2) malam.

Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews, meminta tindakan internasional yang lebih kuat untuk melindungi “populasi yang semakin rentan,” menurut pernyataan kantor hak asasi manusia PBB.

“Meski melemah dan semakin putus asa, junta militer Myanmar tetap sangat berbahaya,” kata Andrews.

“Kehilangan pasukan dan tantangan perekrutan telah menjadi ancaman nyata bagi junta, yang menghadapi serangan gencar di garis depan di seluruh negeri,” tambahnya.

Saat junta Myanmar memaksa laki-laki dan perempuan muda untuk masuk militer, mereka justru melancarkan serangan terhadap warga sipil, kata Andrews.

Myanmar berada di bawah pemerintahan junta sejak Februari 2021, dan militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, menghadapi perlawanan sengit dari kelompok etnis di banyak wilayah di negara tersebut.

Pada 10 Februari lalu, junta mengeluarkan perintah yang dikatakan telah memberlakukan Undang-Undang Dinas Militer Rakyat tahun 2010.

Undang-undang tersebut menetapkan bahwa warga negara laki-laki berusia 18-35 tahun dan perempuan berusia 18-27 tahun memenuhi syarat untuk wajib militer, meskipun pekerja "profesional" laki-laki dapat mengikuti wajib militer hingga usia 45 tahun dan perempuan hingga usia 35 tahun.

Saat junta Myanmar memaksa laki-laki dan perempuan muda untuk masuk militer, mereka justru melancarkan serangan terhadap warga sipil, kata Andrews.

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News