Serial Gerakan Tata Ruang dan Ekonomi Hijau

Kabupaten Bogor dan Tantangan Kualitas Rencana Tata Ruang

Oleh: Anton Doni Dihen

Kabupaten Bogor dan Tantangan Kualitas Rencana Tata Ruang
Direktur Teras Hijau Indonesia sekaligus Penggagas Gerakan Tata Ruang dan Ekonomi Hijau Anton Doni Dihen. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Kabupaten Bogor adalah contoh yang baik dalam proses pembelajaran dan peningkatan kapasitas ketataruangan.

Letaknya yang langsung berdampingan dengan ibu kota negara, DKI Jakarta, sudah merupakan comparative advantage tersendiri, setara Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Tangerang. Lokasi, yang berdekatan dengan pasar besar, tidak dimiliki oleh banyak daerah.

Pasar Jakarta yang luas, dengan jumlah penduduk 10,56 juta jiwa (BPS, Sensus Penduduk 2020), ditambah pasar lokal Kabupaten Bogor sendiri, dengan jumlah penduduk 5.427.068 jiwa (BPS, Sensus Penduduk 2020), yang merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak se-Provinsi Jawa Barat dan se-Indonesia, tentu sangat menantang produktivitas daerah ini. Berbagai produk barang dan jasa dapat ditawarkan tanpa ada hambatan jarak yang berarti.

Apalagi dengan sistem jaringan transportasi yang makin tertata di bawah payung Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur. Ada tantangan untuk melengkapi dan mengembangkan sistem jaringan transportasi dan jaringan prasarana lainnya dalam tata ruang provinsi dan kabupaten, tetapi setidaknya struktur-struktur skala besar sudah dibangun untuk disambungkan dengan struktur-struktur pada skala yang lebih kecil.

Selain lokasi, pasar, dan konektivitas ke pasar, potensi alam yang menyediakan jasa kepariwisataan juga merupakan potensi besar yang sudah terbukti dan dapat terus dioptimalkan kemanfaatannya. Pendayagunaan potensi ini bahkan sudah dimaterialkan dalam pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan dan jasa yang menyediakan lapangan kerja terbanyak di Kabupaten Bogor (sektor perdagangan dan jasa 61%, sektor industri 29%, dan sektor pertanian dan ekstraktif lain 10%).

Namun demikian, hampir sebanding dengan berbagai comparative advantages tersebut, tidak kurang pula persoalan yang dihadapi. Kerawanan alam berbentuk banjir dan longsor, demikian pula potensi bencana alam geologis seperti letusan gunung berapi dan pergeseran tanah, membatasi ruang manuver dalam meningkatkan secara signifikan produktivitas daerah ini.

Potensi longsor dan banjir meliputi wilayah yang cukup luas. Demikian pula potensi pergeseran tanah. Dengan lanskap topografi yang curam di beberapa wilayah, yang diliputi oleh 6 gunung, ada tantangan tersendiri untuk mengelola secara maksimal aspek lingkungan dalam rencana dan perwujudan rencana tata ruang. Apalagi Kabupaten Bogor adalah wilayah hulu dan wilayah tengah beberapa daerah aliran sungai (DAS), termasuk DAS Ciliwung, yang sangat signifikan menentukan nasib Jakarta.

Tantangannya adalah, tentu saja, memaksimalkan dua aspek kepentingan dalam rencana tata ruang: produktivitas dan sustainabilitas secara bersamaan, secara kreatif, tanpa trade-off yang terlalu besar.

Kabupaten Bogor berdekatan dengan sumber daya intelektual yang luar biasa, yang memungkinkan berlangsungnya proses penyusunan RDTR dan penyelenggaraan KLHS yang berkualitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News