Kakak Ibu

Oleh Dahlan Iskan

Kakak Ibu
Foto: disway.id

Ini memang 'hanya' soal kakak sulung saya: Khosiyatun. Yang saya panggil 'Yu Tun'. Yang meninggal dunia kemarin dulu. Saat saya dalam perjalanan darat. Dari Lexington di Virginia ke Maryland, dekat Washington DC.

'Yu' adalah 'mbakyu'. Kakak perempuan. Saya sudah merasa sisa umurnya kian tipis.

Saat saya terakhir ke rumahnya bulan lalu Yu Tun sudah tidak ingat siapa-siapa. Pun nama tiga putrinya.

Saya minta Yu Tun dibawa lagi ke rumah sakit. Yang terbaik di Samarinda. Anak-anaknya tidak setuju. Infus pun sudah tidak bisa masuk. Apalagi makanan.

Anak yang tinggal satu rumah dengan Yu Tun hanya meneteskan air atau sari buah ke mulutnya.

Yu Tun tidak punya keluhan apa pun. Tidak merasa ada yang sakit. Tidak sesak. Tidak kembung. Tidak gelisah. Tidak terlihat ada yang menyiksanya badannya. Atau perasaannya.

Wajahnya sama: seperti selalu agak tersenyum. Begitu juga saat meninggal dunia. Proses meninggalnya sangat pelan. Berhari-hari. Dengan badan tetap telentang. Tidak bergerak, tetapi masih ada napas. Ada denyut nadi. Sangat lirih. Lalu hilang.

Saya sering menemuinya. Namun saya sempat absen dua tahun. Saat ada kejadian 'itu'.

Di keluarga kami ada kepercayaan ini: kadang orang sulit meninggal karena masih ada ganjalan yang belum terurai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News