Kasus BPJS Ketenagakerjaan Disamakan dengan Jiwasraya & Asabri, Pakar Ekonomi Bilang Begini

Kasus BPJS Ketenagakerjaan Disamakan dengan Jiwasraya & Asabri, Pakar Ekonomi Bilang Begini
BPJS Ketenagakerjaan. Foto Ricardo/jpnn.com

Namun jika berbicara unrealized loss, adalah kerugian secara buku bukan faktual.

"Sehingga harus dibuktikan dulu secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab kerugian investasi dengan mengunakan pranata hukum pasar modal," jelasnya.

Jika potensi kerugian, atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara, maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi.

Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis. Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.

Menurut data, Agustus-September 2020 BPJS-TK mengalami unrealized loss hingga mencapai Rp43 triliun.

Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun.

Artinya, dapat dipastikan potensi kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJS-TK.

Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan investasi BPJS-TK menghasilkan angka yang relatif besar.

Banyak yang menyebut kasus BPJS Tenagakerjaan sama dengan kasus Jiwasraya dan ASABRI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News