Kebijakan Pemerintah Diharapkan Dukung Penyerapan FABA

jpnn.com - TANGERANG - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berharap pemerintah membuat kebijakan yang bisa mendorong penyerapan limbah fly ash dan bottom ash (FABA), sebagai hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Mengingat tambahan kapasitas pembangkit baru PLN dan swasta (independent power producer/IPP) hingga 2022 diperkirakan mencapai sekitar 59,9 GW.
"Sehingga potensi produksi FABA makin besar. Untuk itu, dukungan peraturan diharapkan mampu mengatasi masalah pengelolaan FABA dari PLTU PLN dan IPP di Indonesia," ujar Kepala Divisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keamanan dan Lingkungan (K3L) PT PLN Helmi Najamuddin.
Menurut Helmi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 101 2014, menyebutkan bahwa FABA merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Kalau bukan dikatakan B3, maka FABA dengan mudah dimanfaatkan seperti bahan material atau pasir biasa dan diserap maksimal oleh industri. Selain itu, izin untuk mendapatkan tempat pembuangan akhir atau landfill bisa diperoleh PLN," kata Helmi.
Jika tidak ada penyerapan yang mencukupi, maka FABA akan menumpuk, sementara tempat pembuangan akhir atau landfill untuk FABA tidak diberikan izinnya oleh instansi berwenang terkait lingkungan.
"Kami menginginkan supaya diperjelas aturannya kalau tidak dikatakan B3. Harus ada peraturan khusus atas FABA yang dihasilkan batu bara," tandas Helmi. (chi/jpnn)
TANGERANG - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berharap pemerintah membuat kebijakan yang bisa mendorong penyerapan limbah fly ash dan bottom ash
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- World Safety Day 2025: IWIP Perkuat Budaya K3 di Lingkungan Kerja
- Manfaatkan Fasilitas SKA, Beragam Produk Asal Majalengka Tembus Pasar Mancanegara
- Lippo Karawang Siapkan Hunian dan Komersial Terbaru, Cek di Sini Harganya
- Peluncuran COCOBOOST di Ajang Mizone Active Zone Seru
- Investasi di Bidang SDM Bikin Bank Mandiri Raih Predikat Champion of the Year dan 12 Penghargaan Bergengsi
- Bea Cukai Gagalkan Distribusi Rokok Ilegal Senilai Hampir Rp 2 Miliar, Ini Kronologinya