Kecewa di Rumah Soekarno, Terkesan di Kebon Rojo
Sungguh kebetulan Shiraishi bertemu Retno Mumpuni, guru SMAN 2 Surabaya yang fasih berbahasa Jepang. Retno memang pernah secara khusus belajar bahasa Jepang di negara asalnya. Perbincangan dalam bahasa Jepang pun berlangsung gayeng. Retno, tampaknya, menjelaskan sejarah SMAN kompleks terkait dengan HBS. Ketika diajak berkeliling, Shiraishi kembali sibuk mengabadikan beberapa lokasi penting di sekolah itu.
Kunjungan hari itu diakhiri dengan melihat monumen pelajar pejuang bersenjata yang gugur pada perang kemerdekaan September–November 1945 di depan SMA kompleks. Monumen setinggi 2 meter tersebut bertulisan 21 nama prajurit pemberani beserta kesatuan dan lokasi pertempuran masing-masing. Mulai Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit), Jembatan Merah, kompleks HBS, hingga gedung SMPN 1 di Jalan Praban. Ady mengarahkan senter miliknya ke arah monumen itu agar Tsutsumi mudah untuk memotretnya.
Shiraishi dan Tsutsumi memang hanya punya waktu sehari untuk keliling Surabaya. Dia tiba di Surabaya pada Minggu malam (14/9) dan harus kembali ke Jakarta Selasa pagi (16/9).
Meski hanya sehari, Shiraishi mengaku bisa merasakan betapa Surabaya layak dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Bukan hanya untuk semangat pejuang pada masa lalu, tapi untuk semangat para pemuda saat ini. ”Energi seperti ini yang akan membuat Surabaya terus hidup. Terus menjadi heroes city,” ungkap Shiraishi.
Sementara itu, Tsutsumi mengatakan bahwa dirinya bisa membayangkan sosok Soekarno saat masih sekolah di HBS dari rumah kosnya di rumah H.O.S. Tjokroaminoto. ”Semangat pemuda-pemuda di sini sebagai young Soekarno begitu terasa,” ujar Tsutsumi yang sedang membuat penelitian tentang perbandingan sekolah di Jepang dan Indonesia.
Semangat seperti itulah yang menurut Shiraishi harus didatangi secara langsung ke tempat aslinya. Bukan hanya dari buku-buku, tapi harus menapaki satu per satu mozaik sejarahnya.
”Semangat dari Surabaya ini nanti kami tuangkan dalam detail tulisan penelitian kami,” tandas Shiraishi. (*/c5/c10/ari)
Prof Saya Shiraishi begitu cekatan mengeluarkan peta Surabaya dari tas ranselnya. Sebuah lingkaran kecil telah disematkan di titik Jalan Tunjungan
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor