Kemenag Tegaskan Sertifikasi Halal Harus Tetap Lewat MUI

Kemenag Tegaskan Sertifikasi Halal Harus Tetap Lewat MUI
Majelis Ulama Indonesia. Foto: MUI

Fatwa halal kemudian diteruskan kembali ke BPJPH yang kemudian menerbitkan sertifikat dan label halal untuk produk tersebut. Tanpa fatwa MUI, produk tidak akan pernah memiliki label halal.

Nur Syam optimistis sistem yang baru ini nantinya dapat memacu penelitian-penelitian tentang kompisisi kehalalan produk obat, kosmetik, maupun makanan.

Kemenag berharap Perguruan-Perguruan Tinggi yang menjadi pelopor dalam penelitian halal. “Nanti ada banyak pilihan substitusi bagi produk-produk yang belum halal,” kata mantan rektor UIN Sunan Ampel Surabaya ini.

Mengenai vaksin MR, Nur Syam menyatakan tidak bisa berkomentar lebih banyak. Menurutnya penerapan UU 33 masih dalam proses. Tidak serta merta semua produk harus halal saat ini juga.

Jika belum ada subsitusi untuk sebuah produk yang halal, maka yang dipakain adalah prinsip ke-daruratan “Saya rasa sampai batas waktu tertentu, aspek kedaruratan masih berlaku,” katanya.

Sementara itu, Direktur Surveillance dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Elizabeth Jane Supardi mendelegasikan sepenuhnya pada produsen obat atau makanan untuk menjalin kontak dengan lembaga penjamin halal. “Sebelumnya dengan MUI tapi sekarang dengan Kemenag,” katanya.

Elizabeth menjelaskan Kemenkes tidak punya kewenangan dalam proses sertifikasi halal. Kerjasama dengan MUI hanya sebatas membantu mengingatkan tugas dan tanggung jawab orang tua dari sisi agama.

Termasuk urusan vaksin Measles Rubella (MR). “Kita serahkan pada PT. BioFarma untuk memproses dengan lembaga yang berwenang, dalam hal ini Kemenag,” katanya. (tau)


Meskipun pemeriksaan produk bisa dilakukan oleh BPJPH dan lembaga penjamin halal lainnya, tanpa fatwa MUI sertifikat halal tidak bisa dikeluarkan.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News