Kenaikan Tarif Ojol Dinilai Terlalu Tinggi, Pemerintah Diminta Kaji Ulang

jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan tarif baru ojek online (ojol) dinilai terlalu mahal.
Batasan tarif per zona juga tidak mencerminkan daya beli masyarakat di masing-masing wilayah, dan tarif yang sudah berlaku sekarang dinilai sudah sesuai.
Hal itu berdasarkan survei terbaru Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) yang berjudul, 'Persepsi Konsumen Terhadap Kenaikan Tarif Ojek Daring di Indonesia'.
Penelitian tersebut dilakukan untuk menjawab memahami respons konsumen terhadap kebijakan kenaikan tarif yang berpedoman pada Kepmenhub No. 564/2022, sekaligus memberikan gambaran terkait daya beli dan willingness to pay (kesediaan membayar) konsumen terhadap layanan Ojol.
“Kami melihat penentuan tarif tidak bisa hanya mempertimbangkan dari sisi pengemudi, tetapi juga konsumen serta mitra lain di dalam ekosistem seperti pedagang dan UMKM," ujar Ketua Tim Peneliti Rumayya Batubara.
Riset menemukan bahwa mayoritas konsumen hanya mampu memberikan tambahan biaya sebesar Rp 500 – Rp 3.000 untuk setiap perjalanan yang dilakukan menggunakan layanan ojek daring.
Bila dilihat dari segi tambahan biaya per hari, konsumen hanya bersedia membayar biaya tambahan sebesar Rp 1.000 – Rp 20.000 per hari atau maksimum sekitar Rp 1.600 per km.
Dampak dari tarif yang baru ini juga mendorong konsumen untuk beralih ke kendaraan pribadi.
Penentuan tarif ojol tidak bisa hanya mempertimbangkan dari sisi pengemudi, tetapi juga konsumen serta mitra lain di dalam ekosistem seperti pedagang dan UMKM.
- Pengemudi Daring Ingin Potongan Aplikator Turun Jadi 10 Persen, Adian Siap Memperjuangkan
- Masyarakat Rela Antre Demi Beras Murah di Kampus UTA45 Jakarta
- Ekonom Ini Menilai Komisi Ojol tak Perlu Diatur Pemerintah
- Resah Lihat Kondisi Ekonomi, Mahasiswa UKI Bagikan Beras untuk Membantu Warga
- Adian Napitulu Perjuangkan Potongan Aplikator ke Ojol Turun Jadi 10 Persen
- Kurir Pengirim Paket Kepala Babi ke Kantor Tempo Diperiksa Polisi, Begini Hasilnya