Kepala BMKG: Cuaca Ekstrem Mengancam Ketahanan Pangan

Kepala BMKG: Cuaca Ekstrem Mengancam Ketahanan Pangan
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Dwikorita Karnawati menilai laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan memicu bencana alam. Foto: Ricardo/Dokumentasi JPNN.com

Dwikorita menyebut saat ini sejumlah kajian menunjukkan dampak nyata perubahan cuaca ekstrem yang bersifat lokal dan global.

Berdasarkan analisis hasil pengukuran suhu permukaan dari 92 Stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir, menunjukkan kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah.

Di mana, Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami trend kenaikan > 0,3? per dekade.

Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi tercatat terjadi di Stasiun Meteorologi Aji Pangeran Tumenggung Pranoto, Kota Samarinda (0,5? per dekade).

Kemudian, di wilayah Jakarta dan sekitarnya suhu udara permukaan meningkat dengan laju 0,40 – 0,47? per dekade.

"Secara rata-rata nasional, untuk wilayah Indonesia, tahun terpanas adalah tahun 2016 yaitu sebesar 0,8 °C dibandingkan periode normal 1981-2010 (mengikuti tahun terpanas global), sementara tahun terpanas ke-2 dan ke-3 adalah tahun 2020 dan tahun 2019 dengan anomali sebesar 0,7 °C dan 0,6 °C," imbuhnya.

Analisis BMKG tersebut senada dalam laporan Status Iklim 2021 (State of the Climate 2021) yang dirilis Badan Meteorologi Dunia (WMO) pada Mei 2022 yang lalu.

WMO menyatakan hingga akhir 2021, suhu udara permukaan global telah memanas sebesar 1,11 °C* dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), di mana 2021 adalah tahun terpanas ke-3 setelah 2016 dan 2020.

Kelapa BMKG menyebut cuaca ekstrem yang intensitasnya makin sering dan durasinya panjang ini juga mengancam ketahanan pangan nasional

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News