Keren! Mewujudkan Mimpi Anak-anak di Lereng Merapi
Sebaliknya, ide tersebut berawal dari alam di lereng Merapi itu sendiri. Semua berawal dari hobi traveling yang sering dilakukan Fatchur.
Bersama Rio Paul, Indra Yoga, dan seorang warga Belanda yang menetap di Jogja, Famkeoud, Nuno –sapaan akrab Fatchur– kerap menghabiskan akhir pekan dengan traveling di kawasan Merapi.
Siapa sangka, aktivitas yang identik dengan bersenang-senang itu justru menciptakan kegelisahan di benaknya.
Penyebabnya adalah kondisi masyarakat di lereng Merapi itu. Setelah erupsi Merapi pada 2010, proses recovery masyarakat di sekitar lereng tak kunjung tuntas.
Jika dari aspek infrastruktur mulai ada perbaikan, aspek kehidupan sosial justru dihadapkan pada situasi yang rumit.
Relokasi dari rumah ke huntap membuat masyarakat lereng Merapi mengalami perubahan.
”Yang biasanya main di ladang atau kebun, anak-anak kehilangan itu semua,” ujar Nuno dengan raut sedih.
Tak ayal, tidak sedikit anak yang terjerumus pada aktivitas-aktivitas yang dinilai kurang bermanfaat. Mulai motor-motoran, pacaran, hingga keranjingan gadget.
KURSUS Bahasa Inggris merupakan sesuatu yang mewah bagi anak-anak di lereng Gunung Merapi Namun, kehadiran Komunitas WAU membuat bahasa yang menjadi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor