Ketika Rakaat Pertama, Kapal Dihantam Ombak Besar

Ketika Rakaat Pertama, Kapal Dihantam Ombak Besar
Para jamaah KRI Banjarmasin menjalankan salat Magrib ketika gelombang besar menghantam kapal TNI-AL itu saat melintasi Laut Arab. Foto: Ilham Wancoko/Jawa Pos

Kendati begitu, Helmy merasakan nikmat berpuasa di tengah tugas negara. Dia bisa lebih khidmat menjalankan ibadah wajib tersebut. Sebab, yang terpikir hanya tugas dan ibadah. Tak ada aktivitas lain seperti halnya di daratan.

”Kami nggak bisa ke mal atau melakukan aktivitas yang tidak penting. Saya jadi bisa beribadah dengan lebih tenang dan fokus,” ucap dia.

Kenikmatan seperti itu tidak akan didapatkan bila tidak berpuasa di kapal. Mulai salat wajib hingga Tarawih dapat dikerjakan dengan baik. ”Alhamdulillah, jadi nggak ada yang bolong. Salat dan puasa, semua dilahap,” paparnya.

Hal yang sama dirasakan Kopda Supandi, ABK. Berada di laut lepas membuat dia lebih bisa berfokus pada ibadah. Guncangan kapal akibat ombak besar dan luasnya lautan membuat hati kecil Supandimerasakan kebesaran Tuhan.

”Kami ini bukan siapa-siapa, begitu kecil di dunia ini. Ini yang saya dapat saat berpuasa di lautan,” kata dia.

Ombak lautan juga memberikan hikmah tersendiri bagi Supandi. Gelombang besar yang sering membuat oleng KRI Banjarmasin membuat Supandi sadar bahwa sebenarnya lautan pun ikut berzikir.

”Guncangan yang bolak-balik itu seperti zikir. Kalau kita berzikir dalam kondisi kapal terguncang, juga jadi lebih khusyuk. Kita ini makhluk kecil di tengah lautan,” jelasnya.

Puasa di kapal juga membuat tim dapur KRI Banjarmasin merasakan momentum yang berbeda. Mereka harus menyiapkan makanan untuk sahur dan buka puasa. Artinya, mereka harus bekerja begitu keras untuk menyiapkan makanan bagi lebih dari 300 orang yang berada di kapal.

KRI Banjarmasin kini dalam perjalanan pulang ke tanah air, usai misi mendukung Paviliun Indonesia di World Expo Milan (WEM) 2015 di Italia. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News