Ketika Twitter dan Facebook Abaikan Gejala Teror

Ketika Twitter dan Facebook Abaikan Gejala Teror
Caesar Sayoc tersangka teror bom paket dan van miliknya yang penuh dengan stiker kampanye Donald Trump. Foto: CBS News

jpnn.com, FLORIDA - Andai saja Twitter dan Facebook lebih tanggap, mungkin Cesar Sayoc tidak akan sempat beraksi. Tidak akan ada 14 paket bom yang menggemparkan Amerika Serikat (AS).

Sebab, teror yang lahir pekan ini tersebut sudah bisa terbaca dalam unggahan-unggahan pria keturunan Filipina-Italia itu di akun media sosialnya.

Pada 11 Oktober Sayoc mencuit lewat akun @hardrock2016 miliknya. Pesan itu dia tujukan kepada Rochelle Ritchie, staf ahli Partai Demokrat. Saat itu dia sedang diwawancarai Fox News. Rupanya, paparan-paparan Ritchie membuat darah Sayoc mendidih.

”Jadi, kamu suka mengancam. Kami suku Seminole tidak akan tinggal diam,” tulis Sayoc.

Seminole adalah sebutan untuk suku asli Amerika. Namun, Sayoc bukanlah bagian dari suku itu. Dia tidak asli AS. Hanya, dia selalu merasa lebih AS ketimbang penduduk AS yang lain. Dia mengaku kagum sekaligus tunduk pada ideologi supremasi kulit putih.

Selanjutnya, Sayoc juga mengimbau Ritchie agar jangan lupa memeluk keluarganya erat-erat sebelum meninggalkan rumah. Pesan itu dia sampaikan seolah-olah Ritchie akan mengalami musibah dalam waktu dekat.

”Saya sudah melaporkan cuitan ini kepada Twitter. Tapi, menurut mereka, tidak ada pelanggaran,” kata Ritchie Jumat (25/10).

Namun, kabar bahwa Twitter mengabaikan komplain Ritchie menuai perhatian publik. Twitter pun lantas minta maaf. Setelah itu, mereka langsung memblokir tiga akun Sayoc.

Andai saja Twitter dan Facebook lebih tanggap, mungkin Cesar Sayoc tidak akan sempat beraksi. Tidak akan ada 14 paket bom yang menggemparkan Amerika

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News