Ketua DPD RI Bandingkan Kebatinan Penyusunan UUD 1945 dan Amendemen Saat Reformasi

Ketua DPD RI Bandingkan Kebatinan Penyusunan UUD 1945 dan Amendemen Saat Reformasi
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti ketika memberikan kuliah umum di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Sabtu (29/5/2021), dengan tema 'Amendemen Kelima: Sebagai Momentum Koreksi Perjalanan Bangsa'. Foto: Humas DPD RI

"Dikatakan Valina Singka, mereka tidak hanya terlibat dalam masalah pendanaan. Tetapi juga konsep pemikiran dan hadir dalam rapat-rapat. Dari sini kita bisa menarik benang merah, bahwa suasana kebatinan saat pembahasan atau sidang-sidang BPUPKI oleh para pendiri bangsa, sudah sangat bertolak belakang dengan suasana kebatinan saat Amandemen dilakukan di tahun 2002 silam," katanya.

Oleh karena itu, jika sebelum Amendemen, Sila Keempat dari Pancasila tercermin jelas di Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, maka setelah Amendemen cerminan tersebut hilang.

MPR bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR RI, sehingga tidak lagi menjadi mandataris atau bertanggung jawab kepada MPR.

“Padahal para pendiri bangsa ini memaknai Kedaulatan Rakyat dipegang oleh MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang terdiri anggota DPR, Utusan Daerah dan Utusan Golongan,” ucap dia.

Artinya MPR memegang kekuasaan negara yang tertinggi, menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Sehingga Presiden dipilih MPR, tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR, wajib menjalankan putusan-putusan MPR dan harus menjalankan haluan negara menurut Garis-Garis Besar yang ditetapkan oleh MPR.

"Setelah Amendemen, MPR hanya melantik Presiden. Yang menetapkan; Komisi Pemilihan Umum. Lalu kepada siapa Presiden bertanggungjawab dan harus patuh? Jika jawabnya kepada rakyat secara langsung, bagaimana caranya? Ini menjadi PR kita semua,” tegasnya.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, yang menjadi narasumber dalam kuliah umum, amandemen ke-5 konstitusi sudah seharusnya dilakukan. Ia pun mengapresiasi DPD RI yang menginisiasi wacana tersebut.

“Saya senang DPD mau buka peran untuk keran yang selama ini tertutup. Tapi tantangannya adalah yang penting political approach. Tantangan ini harus dibaca betul karena saya tidak melihat parpol mau membuka akses. Anda bisa minta apa saja dari politisi, tapi jangan minta keikhlasan dari mereka,” paparnya.

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti membandingkan semangat dan suasana kebatinan saat membuat Undang-Undang Dasar 1945 dan saat dilakukan amendemen.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News