Kiai Said Soroti Agenda Resolusi Konflik Agraria dan SDA

Kiai Said Soroti Agenda Resolusi Konflik Agraria dan SDA
Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA mengingatakan memanasnya suhu politik dan ketegangan antarkontestan politik di tengah momentum pesta demokrasi, bukan berarti begitu saja dengan mudahnya melalaikan dan atau menyudahi berbagai agenda kerakyatan dan kebangsaan yang belum tutas dan belum terselesaikan, terutama terkait agenda Resolusi Konflik Agraria dan Sumberdaya Alam.

"Konflik agraria dan sumber daya alam masih menjadi 'api dalam sekam' yang sangat rentan, mudah tersulut dan membara kapan saja serta akan mudah menggurita menjadi problematika kerakyatan dan konflik sosial yang berkepanjangan," ujar Kiai Said pada momentum “Halaqoh Fiqih Agraria dan Sumber Daya Alam” di Jakarta, Rabu (8/11).

Dia mengatakan apabila tidak terkelola dengan baik, maka konflik agaria dan sumber daya alam dapat menjadi komoditas politik yang rentan untuk diperdagangkan dan atau dimainkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan tanpa ada penyelesaian secara tuntas dan signifikan.

Kiai Said yang juga Anggota Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) ini menegaskan menegaskan tanah, air dan sumber daya Alam adalah anugerah Tuhan yang harus dikelola dan didistribusikan secara adil dan merata oleh negara untuk kemakmuran rakyat dan kedaulatan negara.

Hal ini selaras dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 bahwa, “Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.”

“Negara tidak boleh tunduk dan kalah dengan siapapun dalam mengelola tanah, air dan sumber daya alam,” ujar Kiai Said.

Kiai Said menjelaskan penyelenggara negara tidak boleh melakukan pembiaran, bahkan tidak boleh menyerahkan dan atau menyerah kepada “Kelompok Kelompok Oligarki yang rakus lahan”, yang terus-menerus menghalalkan berbagai cara untuk mengakuisisi tanah dan atau lahan lahan strategis hanya demi dan untuk memenuhi ambisi dan kepentingannya serta merugikan rakyat dan Negara.

Lebih lanjut, negara sebagai pemilik sah atas legalitas suatu tanah dan lahan, Negara tidak boleh menjadi lemah dan tidak boleh mengalah terhadap berbagai upaya penyerobotan Tanah Milik Negara yang dilakukan secara terstruktur dan massif telah nyata nyata merugikan negara dan atau masyarakat yang ada didalamnya. Penyelenggara Negara harus Bertindak Tegas dan memulihkan wibawa Negara dan memihak kepada kebenaran dan keadilan.

Konflik agraria dan sumber daya alam masih menjadi 'api dalam sekam' yang sangat rentan, mudah tersulut dan membara kapan saja serta akan mudah menggurita.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News