Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya

Anggap Bukan Penjara, tapi Pondok Pesantren

Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya
NAPI TERPILIH: Tadarus Alquran di Masjid Al Husna Medaeng Senin (14/7). Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos

’’Ada yang bilang nggak tahu harus kerja apa lagi selain sabung ayam atau togel. Ya, harus sering dinasihati,” ujar pria asli Kediri itu.

Abdullah mengatakan, pihaknya bersyukur karena rutan sangat memfasilitasi kegiatan mereka. Sebab, menurut napi perkara pidana pasal 266 KUHP tersebut, semua lapas atau rutan yang pembinaan keimanannya kurang pasti tidak kondusif. Berbeda dengan Rutan Medaeng yang menurut dia lebih aman.

Abdullah dan Hedi menyatakan, penjara membawa banyak hikmah untuk mereka. Salah satunya bisa memahami karakter orang.

Dia bermimpi suatu saat setelah keluar dari rutan akan mengadakan pertemuan dengan sesama tahanan. ’’Semoga jalinan silaturahmi ini tidak terputus. Bisa bertemu lagi dalam kondisi lebih baik,” ujar keduanya serempak.

Teguh Hartaya, kepala seksi pelayanan tahanan Rutan Medaeng, menuturkan, tim pembaca Alquran ditunjuk dengan menggunakan surat keputusan (SK) resmi. Mereka adalah para aktivis masjid yang selama keseharian aktif di masjid. ’’Mereka ini berhasil menyemangati tahanan lainnya,” katanya. (c6/ib)

 


HIDUP di penjara bukan akhir segalanya. Bagi sebagian orang, menjalani masa hukuman justru bisa membawa kebaikan. Setidaknya, itu dirasakan 13 narapidana


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News