Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya

Anggap Bukan Penjara, tapi Pondok Pesantren

Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya
NAPI TERPILIH: Tadarus Alquran di Masjid Al Husna Medaeng Senin (14/7). Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos

HIDUP di penjara bukan akhir segalanya. Bagi sebagian orang, menjalani masa hukuman justru bisa membawa kebaikan. Setidaknya, itu dirasakan 13 narapidana ini.
--------------
Muniroh, Surabaya
--------------

SENIN siang itu (14/7) Masjid Al Husna tampak ramai. Puluhan jamaah memadati berbagai sudut tempat ibadah tersebut.

Sekilas, tidak ada yang aneh dengan masjid itu. Saat Ramadan, masjid-masjid memang cenderung lebih hidup jika dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Yang membedakan, Masjid Al Husna berdiri di dalam Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng, Waru, Sidoarjo.

Di bagian tengah masjid, sekelompok orang berbaju koko putih tengah khusyuk membaca Alquran. Saat itu mereka terdengar fasih melafalkan ayat-ayat suci Alquran.

Kegiatan tadarus Alquran siang itu sudah sampai juz 28. Yakni, Surat Al-Hasyr yang berisi tasbih kepada Allah SWT.

Ayat-ayat suci itu mengalun indah, memecah keheningan siang. Suara mereka terdengar jauh hingga ke kampung-kampung sekitar di bawah pengeras suara.

Saat Ramadan, rutan yang identik dengan tempat para pendosa seolah tergerus. Kegiatan di dalam rutan tidak kalah religius jika dibandingkan dengan di luar tembok.

Lalu, siapa pelantun ayat-ayat suci tersebut? Mereka ternyata para narapidana (napi) Rutan Medaeng. Mereka adalah warga binaan yang dipilih untuk mengawal kegiatan ibadah di rutan di Jalan Letjen Sutoyo itu.

HIDUP di penjara bukan akhir segalanya. Bagi sebagian orang, menjalani masa hukuman justru bisa membawa kebaikan. Setidaknya, itu dirasakan 13 narapidana

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News