Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya

Anggap Bukan Penjara, tapi Pondok Pesantren

Kisah 13 Pembaca Alquran Rutan Kelas I Surabaya
NAPI TERPILIH: Tadarus Alquran di Masjid Al Husna Medaeng Senin (14/7). Foto: Guslan Gumilang/Jawa Pos

Tidak sembarang napi bisa menjadi anggotanya. Hanya mereka yang lancar mengaji dan berperilaku baik selama di dalam rutan yang dipilih.

Dua di antara 13 napi yang terpilih adalah Abdullah Yazid, 49, dan Moh. Hedi, 36. ’’Kami ingin teman-teman yang masuk rutan belum bisa mengaji saat keluar bisa ngaji,” ujar Abdullah.

Harapan itu mungkin terdengar berlebihan. Namun, di balik ungkapan tersebut, tersimpan maksud besar. Yakni, mereka ingin berubah.

Menurut napi yang dipidana 1,5 tahun tersebut, hal itulah yang menggerakkannya untuk menyemangati para tahanan dan napi lain agar giat beribadah.

Setiap hari ayah empat anak tersebut bersama-sama napi lain tadarus Alquran, siang dan malam. Total ada 13 anggota tim pembaca Alquran hasil seleksi tim pengamat pemasyarakatan (TPP).

Mereka adalah napi dengan berbagai perkara. Mulai korupsi, narkotika, pemalsuan, penipuan, perdagangan orang, hingga perlindungan anak. Masa hukumannya pun bervariasi. Mulai satu hingga lima tahun. Bahkan, ada yang baru akan bebas pada 2018.

Dengan latar belakang tersebut, mereka tidak mau menjalani hidup di penjara dengan sia-sia. Apalagi memasuki bulan penuh ampunan saat ini. Karena itu, mereka mengaku bersyukur ditunjuk menjadi tim pembaca Alquran.

Namun, mengubah para tahanan dan napi yang pernah bergelut dengan dunia hitam bukan perkara mudah.

HIDUP di penjara bukan akhir segalanya. Bagi sebagian orang, menjalani masa hukuman justru bisa membawa kebaikan. Setidaknya, itu dirasakan 13 narapidana

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News