Kisah Dua Keluarga Muslim Berpuasa di Tengah 2000 Warga Hindu

Kisah Dua Keluarga Muslim Berpuasa di Tengah 2000 Warga Hindu
Ilustrasi: huffingtonpost

jpnn.com - LANTUNAN ayat-ayat suci Alquran sayup-sayup terdengar dari dalam sebuah rumah sederhana di Desa Jati Bali, Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Senin (6/6) lalu. Semua telinga manusia normal bisa memastikan, suara itu adalah milik perempuan yang sedang mengaji.

Namun di Jati Bali (50 kilometer dari Kota Kendari), itu janggal. Di depan rumah berdinding beton itu berdiri aneka rupa ornamen Pura, ciri khas penganut Hindu. Ya, lebih dari 2000 warga Jati Bali memeluk agama Hindu. Hanya dua kepala keluarga yang muslim. 

Tiga hari lalu (6/6) adalah hari pertama Ramadan. Kendari Pos melakukan safari jurnalistik di kampung itu guna mencari tahu, apakah dia benar-benar kampung yang 100 persen Hindu. Ternyata, di desa dengan penduduk lebih dari 2000 jiwa itu, “terselip” dua keluarga yang sedang berpuasa. “Ada dua keluarga di sini (Jati Bali) yang Islam, kalau tidak salah namanya Pak Taufik dan Pak Aspar. Rumah mereka di ujung desa,” ujar seorang perempuan bernama Gusti, yang berpapasan dengan jurnalis media ini, di gerbang masuk desa.

Siang itu, suasana Jati Bali lumayan lengang. Tak ada aktivitas mencolok, termasuk kegiatan yang bisa mengganggu kesungguhan orang yang sedang berpuasa. Meski tergolong padat, tapi tidak terlihat warga yang makan dan minum secara terbuka, termasuk merokok. “Mereka tahu pak, ini bulan Puasa, jadi menghargai yang berpuasa,” kata perempuan berusia 60 tahun ini.

Nah, di rumah yang belakangan diketahui milik Taufik itulah, suara merdu orang melantunkan ayat Alquran itu terdengar mengalun, menyurutkan dahaga yang sedang puasa. Dari balik pintu rumah masih terbuka, seorang perempuan muda berhijab hijau terlihat. Dia adalah Ni Wayan Ernayanti, istri Taufik sekaligus pemilik suara yang sedang mengaji tersebut. 

Siang itu, suaminya, Taufik sedang tidak di rumah. Ia bekerja di Kendari, dan biasanya pulang saat sore. Ni Wayan hanya bersama dua anaknya. Perempuan berusia 30 tahun itu dulunya beragama Hindu, tapi memilih jadi mualaf setelah menikah. “Tapi saya tetap tinggal di rumah orangtua saya ini, meski mereka masih memeluk Hindu, bagi kami itu tidak masalah,” kata perempuan yang mualaf sejak tahun 2008 lalu tersebut.

Ia menceritakan, mengenai toleransi agama di desanya begitu tinggi. Lantaran nilai torensi terpupuk baik, ibu dua anak ini masih tinggal satu rumah dengan kedua orangtuanya. Meskipun sudah berbeda keyakinan. "Kami anggap biasa, karena mereka juga menghargai. Sama juga kalau Hari Nyepi kami juga menghargai ibadah mereka," timpalnya.

Di desa tersebut memang tidak ada masjid. Namun itu tidak menyurutkan keluarga Taufik untuk beribadah. "Kalau mau sahur tinggal pasang alarm. Terkadang juga kami bangun karena dengar suara masjid dari desa Sindang Kasih (desa tetangga Jati Bali)," ungkapnya.

LANTUNAN ayat-ayat suci Alquran sayup-sayup terdengar dari dalam sebuah rumah sederhana di Desa Jati Bali, Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News