Kisah Fayanna Ailisha, Usia 13 Tahun Sudah Hasilkan 42 Buku

Kisah Fayanna Ailisha, Usia 13 Tahun Sudah Hasilkan 42 Buku
Fayanna Ailisha Davianny dan ayahnya, Martono Asmari, usai diskusi tentang literasi di Jakarta Mei lalu. Foto : Ferlynda Putri/Jawa Pos

Setiap sang anak menjelang tidur, mereka bergantian membacakan buku. ”Belum tahu artinya tidak apa-apa. Yang terpenting dibacakan dulu,” tutur Martono saat bertemu Jawa Pos di Jakarta pertengahan Mei lalu.

Perlahan tapi pasti, kebiasaan dibacakan cerita itu membentuk Fayanna jadi sosok yang suka membaca. Buku menjadi teman akrabnya. Menurut Martono, setiap ulang tahun, putrinya tersebut tidak pernah meminta kado mainan atau hal lain. ”Hanya buku,” ucapnya.

Bermula dari buku tulis, lalu laptop, menginjak usia 8 tahun, Fayanna mulai ikut lomba menulis cerpen yang diadakan penerbit Mizan. Dia langsung menyabet juara kedua. ”Karyaku diterbitkan menjadi buku yang dijual di toko-toko buku seluruh Indonesia. Semenjak saat itu aku makin semangat menulis, makin mencintai dunia literasi,” ungkap Fayanna saat ditemui bersama sang ayah.

Keberhasilan tersebut tak membuat gadis kelahiran 6 Maret 2005 itu berpuas diri. Dia terus menulis. Setiap ada lomba berskala nasional, dia selalu ikut. Hingga akhirnya beberapa penerbit meminta langsung karya Fayanna untuk diterbitkan.

”Buku pertama saya (bukan karya kumpulan peserta lomba, Red) terbit Oktober 2013 dan kini saya sudah menghasilkan 42 buku,” ungkapnya bangga.

Rahasia produktivitas Fayanna memang terletak pada kedisiplinannya untuk terus menulis. Dia mengaku selalu menyempatkan minimal menulis satu lembar atau halaman tulisan per hari. Jika libur, barulah dia mengebut menulis. Tentu semua itu dikerjakan setelah pekerjaan rumah selesai.

Idenya? Bisa dari mana saja. Buku-buku yang dia baca. Cerita papa-mama. Atau bahkan saat jalan-jalan bersama keluarga. Entah itu saat ke toko buku atau nonton film di bioskop. Agar ide tak menguap begitu saja, Fayanna memiliki kebiasaan mencatatnya dalam notes. ”Menggunakan handphone saja kalau pas muncul ide, tapi belum menemukan waktu untuk menulis,” ucapnya.

Hasilnya, itu tadi, karya dengan beragam tema. Mengutip situs penerbit Gramedia, yang bertema horor misalnya Misteri Hitungan Kesepuluh, Lorong Berhantu, dan Ghost School Days Mix Ed: Temen Misterius.

Fayanna pun bertekad untuk terus mengembangkan kemampuan menulis, caranya dengan semakin banyak membaca buku.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News