Kisah Hebat Dua Penyandang Disabilitas
Awalnya, dia sempat girang karena mengira akan bisa berjalan kembali.
’’Ternyata dugaan saya salah. Untuk berdiri, kaki saya tetap harus pakai alat bantu jalan berupa penyangga kaki dari besi dan masih harus pakai kruk,’’ ujarnya.
Meski begitu, Tri –panggilan pria 35 tahun itu– tetap bersyukur. Sebab, sejak mendapat ’’kaki’’ tersebut, pria kelahiran Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, tersebut bisa leluasa menempuh pendidikan formal di sekolah umum.
Bahkan sampai perguruan tinggi. Dia diterima di Jurusan Ilmu Peternakan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Namun, cita-cita Tri bisa menempuh kuliah di UNS nyaris kandas. Pihak kampus kala itu hampir tidak bisa menerima Tri yang memiliki keterbatasan fisik.
Alasannya, kampus belum punya fasilitas bagi penyandang disabilitas.
’’Intinya, mereka nggak mau tanggung jawab kalau nanti saya nggak sanggup. Tapi, saya ngotot. Saya bilang, saya akan keluar sendiri kalau memang saya nggak sanggup,’’ cerita dia, lantas tersenyum.
Penolakan dan diskriminasi yang diterima justru memacu Tri untuk menunjukkan bahwa dirinya punya kemampuan lebih daripada mahasiswa normal.
TRIYONO merupakan penyandang cacat fisik. Terinspirasi jasa layanan ojek online, dia ingin memberikan kemudahan kepada para difabel untuk mengakses
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor