Kisah Pasutri Berjuang Sembuhnya Putranya yang Terkena Penyakit Langka

Kisah Pasutri Berjuang Sembuhnya Putranya yang Terkena Penyakit Langka
MEMBAIK: Laksmi dan Onny serta putra mereka, Raka, yang terkena atopic. Telaten berobat, ruam di kulit Raka jauh berkurang jika dibandingkan setahun lalu. Foto: Laksmi for Jawa Pos

Perjuangan baru dimulai sejak itu. ”Saya berkeliling. Mulai Surabaya, Jakarta, hingga Singapura. Cocoknya baru di Singapura,” papar Laksmi.

Maksud Laksmi dengan cocok adalah terapinya. Sejak diterapi di Singapura, kondisi Raka stabil. Tidak kumat. Juga, soal harga obatnya. Menurut dia, sistem medis di Indonesia belum berpihak kepada penderita atopic. ”Bukannya sombong berobat ke luar negeri, tapi karena justru lebih murah,” ucap perempuan 35 tahun tersebut.

Dia mencontohkan Protopic, salep yang dioleskan untuk mengatasi gatal dan sakit di ruam penderita atopic. Selama ini Laksmi membelinya di apotek di Surabaya. Harga satu tube dibanderol Rp 400 ribu. Sementara itu, menurut informasi yang didapatnya, di Malaysia harganya Rp 150 ribu dan di Jepang hanya Rp 40 ribu.

Selain mahal, belum banyak apotek di Indonesia yang menyediakan obat itu. ”Kalau lagi parah, satu tube bisa habis dalam dua hari saja,” keluhnya.

Setiap tiga bulan mereka harus pergi ke Singapura untuk kontrol dan menebus sejumlah krim serta obat. Setelah Lebaran ini pun, mereka harus berangkat lagi. Meski begitu, kata Laksmi, ada seorang dokter Surabaya yang mumpuni menangani atopic. Dia adalah Prof Dr Indropo Agusni SpKK (K). Dokter itulah yang menjadi jujukan jika ruam Raka mendadak kambuh.

Atopic tergolong penyakit kulit yang langka. Penderitanya akan mengalami ruam (inflammation of skin) yang terasa gatal dan perih. Semakin digaruk, semakin gatal. Penyebab penyakit itu belum diketahui pasti. Tapi, diduga gabungan dari genetis, lingkungan, dan sistem imun yang tak bekerja dengan baik.

Yang membuat berat, penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan. Terapi yang dilakukan bertujuan menurunkan gejalanya saja. Penderita harus rajin menjalani terapi dan minum obat sepanjang hidup (kecuali kalau obatnya sudah ditemukan). Penyakit itu tidak menular.

Untuk mempertahankan kestabilan kondisinya, Raka harus minum obat teratur. Sehari minimal tiga butir kapsul. Cara meminumnya pun tidak langsung telan. Tapi, ditaburkan dalam mulut. Jangan bayangkan rasanya. Pahit dan bau menyengat. Belum lagi salep yang harus dioleskan ke tubuh. Rasanya perih hingga membuat Raka kerap menangis. Jika racikannya kurang tepat, rasanya seperti tusukan duri.

PASANGAN suami istri, Laksmi dan Onny, tergolong manusia yang punya ketabahan ekstra. Sang putra, Muhammad Alief Surya Raka, menderita atopic. Penyakit

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News