Kisah Spiritual: Dari Laku Kebatinan, Belajar Nilai Islam

Oleh: Prof Dr dr Sardjana SpOG(K)SH NSL

Kisah Spiritual: Dari Laku Kebatinan, Belajar Nilai Islam
Prof Dr dr Sardjana SpOG(K)SH NSL

jpnn.com, MALANG - Saya sejak kecil digembleng laku kebatinan Jawa bersama dua kakak. Sejak usia muda mengkaji, mendalami, dan melakoni kebatinan.

Dalam perjalanan hidup saya yang penuh kemapanan, justru menjadi semangat untuk bangkit dan mencari sumber keadilan yang hakiki. Perjalanan laku yang sangat tinggi saya lakukan demi mencari hakikat hidup.

Saya anak ke-3 dari RM Sumardi Wiryodiningrat dan BRAY Suciati Sekar Satiti yang belajar di sekolah dasar Desa Tawangsari, Teras Boyolali.

Ayah saya pernah berguru kepada seorang murid sakti pertapa perempuan yang bernama Nyai Karang, di Desa Nglaroha Karanganyar.

Bagaikan senopati, sejak kecil saya dilayani 3 orang ”punokawan” sekaligus guru saya yang punya ilmu jaya-kawijayan cukup tangguh.

Ilmunya ”punokawan” kemudian tanpa disadari diturunkan kepada saya dan kedua kakak saya. Saya bersama dua kakak diangkat sebagai ”santri” sekaligus mendapatkan gelar ningrat paling tinggi dari Keraton Surakarta.

Yakni, Kanjeng Raden Aryo (KRA) Sardjana Nitidiningrat. Ini gelar paling tinggi untuk orang yang tinggal di luar keraton.

Bersama keluarga, saya masih konsisten melakukan perjalanan spiritual yang mampu menghadirkan Kanjeng Ratu Kidul, Eyang Lawu (Kaki Semar), dan leluhur lainnya sebagai ”guru keluarga”.

Kisah spiritual kali ini dipaparkan Prof Dr dr Sardjana SpOG(K)SH NSL, wakil Dekan Akademik Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News