Kisah Sutradara yang Bisa Berjalan di Red Carpet Karena Film Berbiaya Rp 30 Ribu

Kisah Sutradara yang Bisa Berjalan di Red Carpet Karena Film Berbiaya Rp 30 Ribu
(Wregas Bhanuteja for Jawa Pos)

Namun, sejak Lemantun, pengagum Asrul Sani itu mencoba melepaskan atribut budaya Jawa di dalamnya. Wregas belajar bahwa sebuah budaya tidak harus ditunjukkan secara ’’kasatmata’’.

Lewat empat karyanya yang difestivalkan itu, Wregas menguji apa yang dia sebut sinema Jawa. Seperti yang terlihat di Berlin, warna Jawa tersebut ternyata bisa melintas budaya, dapat dinikmati mereka yang bahkan sama sekali tak mengenal budaya Jawa, apalagi bicara dalam bahasanya.

Mengutip Deutsche Welle Indonesia, dalam sesi pemutaran untuk kalangan pers, film berbahasa Jawa dengan subtitle bahasa Inggris mampu membuat penontonnya hanyut dalam cerita. Juga, turut tertawa lepas pada kelucuan yang ditampilkan.

Wregas pun memperlakukan film-filmnya itu sebagaimana kesenian tradisional Jawa yang berjalan nyaris tanpa skenario.

’’Semua perasaan tercurah, tanpa sebuah batasan. Ini menjadi sebuah eksperimen. Percaya saja film yang kamu anggap benar dan bagus,’’ jelasnya.

Wregas mulai intens dalam pembuatan film pada kelas 2 SMA. Muffler, karyanya saat masih duduk di kelas 2 SMA, masuk nominasi Festival Confident, Jakarta. Dia lantas memperdalam ilmu di Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta.

Sejak awal membuat film, dia selalu menanamkan prinsip untuk tidak menuntut dan berekspektasi terhadap karya yang dihasilkan. Misalnya, harus ditonton banyak orang.

’’Bagi saya, film pendek itu bentuk ekspresi dan karya seni,’’ tegasnya.

Budaya Jawa yang menjadi benang merah karya-karyanya merupakan bagian dari upaya sutradara muda Wregas Bhanuteja agar film Indonesia punya identitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News