Kisah Trio Alumnus UI Tentang Menumpas Bandar, Menyongsong Fajar

Kisah Trio Alumnus UI Tentang Menumpas Bandar, Menyongsong Fajar
Tiga alumnus Jurusan Ilmu Sejarah FIB UI, Ardi Subandri, Suradi, dan Toto Widyarsono menerbitkan buku berjudul “Menumpas Bandar Menyongsong Fajar: Sejarah Penanganan Narkotika di Indonesia”. Foto: Dokumentasi pribadi

Di Jawa perdagangan opium terbilang sangat unik, sehingga menimbulkan terjadinya “black market opium”, di tempat inilah opium diperjualbelikan secara tidak legal melalui para pedagang Cina dan pegawai Pribumi yang bekerja pada Pemerintah Kolonial.

Di kota-kota besar dijumpai pula “rumah candu” untuk menikmati opium dengan cara dihisap yang dilakukan secara legal. Bahkan di Batavia dan beberapa kota lain di Jawa terdapat pabrik opium yang memproduksi dan menjadi pusat distribusi candu.

Pada masa Perang Kemerdekaan, fungsi opium sangat menunjang perekonomian perang, terutama untuk keperluan persenjataan dan logistik perang.

Pada tahun 1960-an, narkoba sedikit demi sedikit mulai masuk dalam pasar Indonesia, karena letak geografis negara kita yang berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia.

Persilangan dua benua ini merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang ramai serta potensial.

Semula Indonesia bukan merupakan target wilayah pemasaran narkoba, melainkan hanya menjadi wilayah transit.

Namun, karena Indonesia terus-menerus dijadikan daerah transit di mana kian hari para pengedar giat mempelajari seluk beluk maupun karakteristik pertumbuhan penduduk di Indonesia, maka pada gilirannya narkoba yang masuk dalam kategori barang ilegal singgah di kalangan penduduk, khususnya para remaja.

Pembahasan dilanjutkan dalam bab-bab selanjutnya. Bagian isi juga menguraikan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peredaran narkoba di Indonesia.

Narkoba dengan beragam jenisnya bukan kali ini saja melanda negeri kita, tetapi jauh di masa lampu, sejak masa penjajahan Belanda, yang dikenal dengan Opium.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News