Kodok Pasuruan

Oleh: Dahlan Iskan

Kodok Pasuruan
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Misalnya ketika para siswa di Pasuruan itu diminta membuat lingkaran-lingkaran kecil. Satu lingkaran lima siswa. Mereka lalu diminta menghadap ke luar lingkaran.

Lima siswa itu diminta mengaitkan kaki-kaki mereka yang ditekuk ke belakang. Lalu, dengan satu kaki, mereka berloncat-loncat sambil melakukan gerakan berputar.

Serunya bukan main. Penuh gelak tawa. Penuh kebersamaan. Kalau mereka egois lingkaran itu bubar. Kalah.

Gadget membuat anak individualis. Mainan lama ini membuat anak bekerja sama.

Sekolah yang mengirim grup dolanan ke Elingpiade diwajibkan membawa sarung. Ada 12 permainan yang menggunakan sarung. Salah satunya tidak pernah saya lakukan di masa kecil: sarung sebagai kapal.

Dengan sarung itu mereka seolah sedang di atas sebuah kapal. Lalu berlomba mencapai finis dengan berjalan seolah sedang terayun ombak.

Mungkin ini asalnya dari anak-anak di daerah pesisir. Saya dari pedalaman. Kali pertama melihat laut setelah tamat Aliyah (SMA). Sekali melihat langsung mengarunginya: merantau ke Samarinda.

Lalu Elingpiade ini mengingatkan saya ke ''kodok sarung'' tadi. Nama permainannya estafet kodok. Sudah 60 tahun saya tidak melihat permainan ini.

Wali Kota Pasuruan Gus Ipul tidak mau pidato. Sekjen PBNU itu pilih membuka Elingpiade dengan cara ikut dolanan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News