Kolonel Laut (S) Ivan Yulivan, Profesor Bela Diri Pertama di Indonesia

Dulu Sering Dipalak Preman, Kini Guru Para Preman

Kolonel Laut (S) Ivan Yulivan, Profesor Bela Diri Pertama di Indonesia
Kolonel Laut (S) Ivan Yulivan, Profesor Bela Diri Pertama di Indonesia

JKF maupun SKIF diakui sebagai badan yang aktif mengembangkan olahraga karate di dunia. “Ini (mengundang JKF dan SKIF) bukan hal yang mudah karena di dunia internasional dua badan ini sebenarnya berseberangan,” katanya.

Kemampuannya melobi dua organisasi tersebut juga mendapat apresiasi dari WAMAPS karena dinilai bisa memberikan angin segar bagi bersatunya dua badan tersebut. Di bidang karate, Ivan merupakan penyandang sabuk hitam dan V pada tiga perguruan di Indonesia. Yakni, Institut Karate-Do Indonesia (Inkai), Bandung Karate Club (BKC), dan Kushin Ryu M Karate-Do Indonesia (KKI).

Perkenalan Ivan dengan karate mirip cerita film. Saat masih duduk di kelas IV SD, Ivan harus pergi ke sekolah berjalan kaki menempuh jarak 4 kilometer. Untuk menuju sekolah, dia mesti melintasi jembatan Sungai Cikapundung yang terkenal sebagai sarang preman. “Saya sering dipalak, dimintai uang, bahkan jam tangan saya diminta. Lama-lama saya dongkol juga,’” kenang alumnus AAL 1990 itu.

Tak disangka, suatu hari dia bermain-main ke Gedung Yulius Usman Bandung. Kala itu di gedung tersebut sedang dilaksanakan kumite (ujian) karate yang mempertemukan juara-juara Indonesia. Ivan kecil terkagum-kagum melihat kemampuan para karateka itu.

Setelah pulang, dia kemudian minta izin orang tuanya agar diperbolehkan masuk perguruan karate pada 1979. Ivan menuturkan, pada masa awal dirinya bergabung di dojo karate, tidak ada satu pun pelajaran teknik yang dia terima. “Saya malah disuruh mengepel dojo, mengambil air, bersih-bersih. Tidak ada pelajaran teknik bela diri sama sekali,” urainya.

Setelah beberapa lama, para guru di dojo baru mau melatih Ivan. Itu dilakukan setelah Ivan bisa menunjukkan kegigihan mental.

Bagi Ivan, karate bukan sekadar bela diri. Karate adalah jiwa. Lewat bela diri itu, dia menemukan jalan untuk mengenal diri dan Tuhan Yang Mahakuasa. Dari karate pula, dia belajar untuk rendah hati dan mau berbagi. “Saya punya dojo karate Budo Seisindojo. Artinya, para kesatria yang berpikiran jernih.”

Menurut dia, pencinta seni bela diri akan selalu haus akan ilmu. Setiap kali melewati sebuah perguruan, akan selalu ada keinginan untuk belajar meski jenis bela dirinya berbeda dengan yang dikuasainya. Saat di Negeri Sa­kura, misalnya, Ivan menyempatkan diri untuk menjelajahi berbagai dojo.

Gelar profesor biasanya diberikan kepada ilmuwan yang berdedikasi tinggi di bidang akademik. Namun, perkecualian bagi Kolonel Laut (S) Ivan Yulivan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News