Kondisi Korban Lion Air JT610 Lebih Parah dari AirAsia 2014

Kondisi Korban Lion Air JT610 Lebih Parah dari AirAsia 2014
Sejumlah barang yang ditemukan di lokasi pencarian Lion Air JT610. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri belum menambah jumlah korban Lion Air JT610 yang bisa dikenali hingga Kamis (1/11) kemarin. Sejak insiden terjadi Senin (29/10), baru satu yang sudah teridentifikasi.

Proses identifikasi korban Lion Air JT610 terbilang memiliki tingkat kesulitan tinggi. Bagian tubuh korban yang ditemukan belum representatif untuk diidentifikasi dengan menggunakan metode struktur gigi dan sidik jari.

Kondisi tersebut mengindikasikan parahnya tubrukan atau crash yang terjadi pada JT 610. Bahkan, crash yang terjadi diprediksi lebih dahsyat daripada pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah 2014.

Kepala Bidang DVI Polri Kombespol Lisda Cancer menuturkan, jenazah korban yang berupa bagian tubuh atau body part hanya memungkinkan dikenali dengan menggunakan metode tes DNA. Artinya, di body part yang ditemukan itu, tidak ada bagian gigi dan sidik jari. "Ini yang terjadi," jelasnya.

Bahkan, secara wujud, body part yang diterima tim DVI hanya bagian-bagian kecil. Misalnya, kulit, daging, atau tulang. Bila dibandingkan dengan korban kecelakaan AirAsia, kondisi jenazah korban jatuhnya Lion Air lebih parah. "Saat AirAsia, masih banyak jenazah yang utuh. Tapi, Lion Air ini sama sekali tidak ada jenazah korban yang utuh," tuturnya.

Meski begitu, dia tidak bisa menyimpulkan apakah kondisi itu terjadi karena parahnya crash yang terjadi pada Lion Air JT 610. "Apa yang menyebabkan dan bagaimana kecelakaan terjadi, saya tidak bisa menyimpulkan. Nanti itu berhubungan dengan kewenangan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT)," ungkapnya.

Sementara itu, mantan Direktur Eksekutif DVI Kombespol (pur) Anton Castilani membeberkan, kondisi jenazah korban kecelakaan itu berbanding lurus dengan parahnya tubrukan dalam kecelakaan. "Semakin rusak berarti semakin tinggi dahsyat kecelakaannya," jelasnya.

Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena gaya sentrifugal atau percepatan pada pesawat Lion Air lebih besar jika dibandingkan dengan kecelakaan pesawat lainnya. "Tapi, untuk mengetahui bagaimana kecelakaan, tentunya perlu kerja sama antara DVI dengan KNKT dan lainnya," ujarnya.

Dari 189 korban jatuhnya Lion Air JT610, hingga kemarin baru didapatkan 152 sampel DNA.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News