Konferensi Nasional Umat Katolik Serukan Kembali ke Konsensus Kebangsaan

Konferensi Nasional Umat Katolik Serukan Kembali ke Konsensus Kebangsaan
Rektor Universitas Atma Jaya Jakarta, Dr. Agustinus Prasetyantoko, Ketua Panitia Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia Muliawan Margadana dan Panitia Konfernas di Kampus Atma Jaya Jakarta, Sabtu (5/8). Foto: JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Umat Katolik Indonesia mempertegas kembali bahwa para Pendiri Bangsa (Founding Fathers) dengan sangat tepat dan benar telah mewariskan Pancasila kepada bangsa Indonesia. Hanya Pancasila-lah yang dapat menjadi Dasar Negara dan Falsafah Kehidupan Bangsa Indonesia yang sangat multikultur, karena digali dari nilai-nilai luhur Nusantara. Penegasan itu akan disampaikan melalui Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia di Kampus Universitair Atma Jaya Jakarta, Sabtu (12/8/2017).

Demikian pernyataan tertulis, Muliawan Margadana selaku Ketua Panitia Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia yang diterima wartawan, Jumat (11/8).

Muliawan menjelaskan Konferesi Nasional (Konfernas) Umat Katolik Indonesia ini akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC serta akan ditutup oleh Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.

Selain itu, Konfernas ini akan dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Riacudu dan Menteri Komunikasi, Informasi dan Informatika Rudiantara. Sejumlah tokoh juga akan hadir sebagai pembicara antara lain Frans Magnis Suseno, J Kristiadi, Anhar Gonggong, Kusnanto Anggoro, Ignas Kleden, dan lain-lain.

Perwakilan empat perguruan tinggi Katolik akan menyampaikan pemikirannya yakni Univeristas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Soegyapranoto Semarang, dan Universitas Parahyangan Bandung.

Muliawan menjelaskan pertentangan kuat dan keras yang muncul antara nilai mayoritas dan minoritas, antara muslim dan nonmuslim, intoleransi, radikalisme, pendukung Pancasila dan menolak Pancasila yang muncul seiring dengan berbagai momentum politik yang baru saja berlalu, ternyata tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran, tetapi harus diakui juga, merupakan berkah (blessing in disguise) bagi bangsa, negara dan Tanah Air Indonesia. Karena hal ini mengingatkan kembali atas Perjanjian Luhur bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dijaga.

“Harus diakui, kondisi Nasional saat ini membantu bangsa Indonesia dan para pemimpinnya untuk terbuka matanya, melihat secara lebar dan bangun setelah tidur panjang karena dininabobokan oleh semangat reformasi. Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke digugah, dibangunkan dan disadarkan adanya ancaman disintegrasi yang amat serius yang dihadapi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” katanya.

Ancaman disintegrasi itu, kata dia, meletakkan bangsa, negara serta Kemerdekaan Indonesia pada masa depan yang kabur dan bahkan tidak jelas. Berbagai fenomena politik yang muncul, secara tidak langsung juga mempertanyakan kembali hakikat Konsensus Dasar Nasional yakni Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Umat Katolik Indonesia mempertegas kembali bahwa para Pendiri Bangsa (Founding Fathers) dengan sangat tepat dan benar telah mewariskan Pancasila

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News