Korban Pemandulan Paksa di Jepang Gugat Pemerintah

Korban Pemandulan Paksa di Jepang Gugat Pemerintah
Sekelompok pengacara mewakili korban pemandulan paksa menggelar aksi sebelum mendaftarkan gugatan di Pengadilan Sendai, Jepang. Foto: KYODO/Japantimes.com

Begitu gugatan tersebut diajukan ke Sendai District Court dan media meliputnya, Perempuan Sendai itu langsung banjir dukungan. Maklum, baru kali ini ada korban pemandulan masal yang menggugat pemerintah.

Selama ini semua korban diam saja. Mereka pasrah pada nasib yang mereka terima. Kepada saudara iparnya, Perempuan Sendai tersebut menyatakan bahwa Eugenics Law tidak manusiawi.

’’Korban dioperasi steril pada usia 15 tahun. Operasi itu membuatnya menderita. Dia bahkan kemudian harus menjalani operasi lagi untuk mengangkat dua indung telurnya,’’ ungkap saudara ipar Perempuan Sendai tersebut dalam jumpa pers sebagaimana dikutip Kyodo News.

Perempuan Sendai itu diidentifikasi menderita gangguan mental karena pernah menjalani operasi sumbing ketika bayi.

Eugenics Law berlaku di Negeri Sakura pada periode 1948–1996. Pada masa itu, ada sekitar 16.500 orang yang dimandulkan tanpa sepengetahuan mereka.

Salah satunya, Perempuan Sendai tersebut. Selanjutnya, sekitar 8.500 korban lainnya konon mengetahui bahwa mereka akan menjalani operasi sterilisasi sebelum masuk ruang operasi. Namun, laporan itu belum bisa diverifikasi.

Dalam berkas gugatannya, Perempuan Sendai tersebut mencantumkan data sebagian korban. Nama, alamat, dan usia saat menjalani operasi tertulis di sana. Ada 859 individu yang menjadi korban pemandulan paksa itu pada periode 1963–1986.

Sebanyak 320 korban adalah laki-laki dan 535 sisanya merupakan perempuan. Sebanyak 191 laki-laki dan 257 perempuan belum berusia 20 tahun saat menjalani operasi tersebut.

Di Jepang, pemandulan masal tersebut menelan 25.000 korban. Selama ini semua korban diam saja. Mereka pasrah pada nasib yang mereka terima

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News