Korupsi Makin Menggurita, Hardjuno Wiwoho: Pengesahan RUU Perampasan Aset Harga Mati

jpnn.com, JAKARTA - Gelombang kasus korupsi menggurita yang terus terjadi di Indonesia makin memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum dalam menangani praktik rasuah.
Publik kembali dibuat geram dengan berbagai skandal korupsi bernilai triliunan rupiah, seperti kasus dugaan megakorupsi PT Pertamina yang diperkirakan merugikan negara hingga pada tahun 2023 sebesar Rp 193,7 triliun.
Jika pola korupsi berlangsung selama 2018-2023, potensi kerugian negara bisa mencapai Rp 968,5 triliun, hampir 1 kuadriliun.
Kasus ini menambah deretan skandal besar lainnya, mulai dari BLBI, Jiwasraya, ASABRI, hingga PT Timah.
Di tengah krisis kepercayaan terhadap pemberantasan korupsi, ada satu instrumen hukum yang dinilai dapat menjadi solusi ampuh, yakni Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Sayangnya, hingga kini pembahasannya masih terkatung-katung di DPR.
Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai lambannya pengesahan RUU Perampasan Aset menunjukkan ketidaktegasan negara dalam memerangi korupsi secara serius.
“Saya kira, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU harga mati.Tidak boleh ditunda lagi,” ujar Hardjuno, di Jakarta, Rabu (5/3/2025).
Gelombang kasus korupsi menggurita yang terus terjadi di Indonesia makin memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum dalam menangani praktik rasuah.
- RDP DPR, Cik Ujang Dorong Penguatan Otda Percepatan Pembangunan Tol Sumsel-Bengkulu
- Yunus Wonda Diminta Bertanggung Jawab di Kasus PON XX Papua
- Soal Pembayaran Tunggakan Triliunan TNI AL, Menhan Singgung Kebijakan Tersentralisasi
- RDP di DPR, Ahmad Luthfi Beberkan Konsep Pembangunan Jateng 5 Tahun ke Depan
- MUI Dukung Kejagung Membongkar Habis Mafia Peradilan
- KPK Periksa 2 Anggota DPR Terkait Dugaan Tipikor Dana CSR Bank Indonesia