Kualitas Udara Jabodetabek 2021 Belum Membaik, Ini Buktinya

Kualitas Udara Jabodetabek 2021 Belum Membaik, Ini Buktinya
Masyarakat berolaharaga di pagi hari di taman yang memiliki banyak pepohonan. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Hasil studi Nowak menunjukkan penanaman pohon di 10 kota Amerika Serikat dengan tingkat PM 2.5 yang tinggi tidak signifikan mengurangi polusi PM2.5, yakni hanya sebesar 0,05 persen hingga 0,24 persen dalam waktu setahun.

Oleh karena itu, lanjut dia, keliru apabila kebijakan pemerintah-pemerintah daerah di Indonesia memperbaiki kualitas udara hanya dengan cara menanam banyak pepohonan.

“Bisa dibilang penanaman pohon hampir tidak ada dampaknya mengurangi PM 2.5. Dengan kata lain tidak berdampak signifikan untuk menyegarkan kualitas udara," ungkap Piotr.

Menurut Piotr, kekeliruan soal pemahaman kualitas udara juga memengaruhi perilaku masyarakat Jabodebek.

Ada mispersepsi bahwa udara pagi lebih baik dibanding waktu lain. Mungkin karena dianggap udara masih terasa sejuk, kondisi lalu lintas masih sepi, dan minim polusi udara.

"Tak mengherankan bila animo masyarakat berolah raga besar pada pagi hari (sekitar jam 05.00-09.0), termasuk saat pandemi Covid-19," bebernya.

Padahal berdasarkan hasil riset Nafas sepanjang 2021 menunjukkan, AQI Jabotabek pada pagi hari antara jam 04.00-09.00 WIB masih cukup tinggi sekitar 100-160, yang menunjukkan kualitas udara relatif tidak baik.

"Ini artinya, pagi hari bukan waktu terbaik untuk berolahraga. Justru saat itu masyarakat di Jabotabek disarankan tidak melakukan aktivitas di luar rumah," ucapnya.

Co-founder & Chief Growth Officer Nafas, Piotr Jakubowski menyatakan area hijau tidak selamanya menjamin kualitas udara yang bersih dari polusi, khususnya karena polutan berukuran sangat kecil (PM2.5).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News