Kurma Kedua Belum Habis, Lampu Sudah Padam

Kurma Kedua Belum Habis, Lampu Sudah Padam
Kurma Kedua Belum Habis, Lampu Sudah Padam
  

Hari berikutnya, saya dan dua teman muslimah lain mencoba berpindah ke musala di kawasan La Viva Raize. Kali ini, kami malah tidak seberuntung kemarin. Musala ini hanya menyediakan kurma dan air putih untuk berbuka. Bahkan, lampu sudah padam sebelum kami menghabiskan kurma kedua. Kami bertiga akhirnya memutuskan untuk berbuka di restoran terdekat yang memajang label halal. Sasaran kami adalah restoran kebab yang umumnya dikelola oleh warga keturunan Arab dan Timur Tengah lainnya.

 

Namun, lagi-lagi, kami tidak beruntung. Musim panas di Prancis berarti liburan. Hampir seluruh elemen di kota ini tidak beroperasi di musim panas. Kantor, universitas, toko, restoran, semuanya tutup. Beberapa restoran kebab yang buka di pagi hari hanya bertahan hingga pukul 18.00. Padahal, buka puasa baru dijalankan pukul 21.00.

  

Tak ada pilihan lain. Satu-satunya tempat yang masih buka pada jam selarut ini di negeri penghasil anggur itu adalah bar. Jadilah kami berbuka puasa di bar. Konsekuensinya kami harus pandai memilih. Menu aperitif (suguhan beraroma alkohol) tentu tidak bisa dipilih. Maka, hanya ada dua pilihan: air putih dan Cola-Cola.

 

Syukurlah, di tempat yang banyak terdapat sajian "tak halal" itu kami menemukan keramahtamahan ala Prancis. Ketika kami mengaku bahwa kami bertiga adalah muslimah yang sedang berbuka puasa, si pemilik bar dengan ramah menghidangkan sebotol susu fermentasi secara gratis dan sepotong roti sandwich. Alhamdulilah. (Maria Wardhani Paramita, mantan wartawan Jawa Pos yang kini mahasiswi program Master Cultural Landscape di Saint Etienne, Prancis/bersambung)

Tak gampang menemukan atmosfer Ramadan di Prancis. Meski Islam adalah agama terbesar kedua di negara ini, bulan puasa hampir tak ada bedanya dengan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News