Masih Ada Cacat di Revisi UU KPK

Masih Ada Cacat di Revisi UU KPK
Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana. Foto: Aristo Setiawan/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana mengaku heran dengan DPR dan pemerintah pusat yang mengesahkan Revisi UU KPK.

Pasalnya, Kurnia beranggapan masih ada cacat formal dari pengesahan Revisi UU KPK.

Kurnia menyinggung tidak pernah adanya permintaan keterangan dilakukan oleh pemerintah dan parlemen kepada KPK sebelum mengesahkan Revisi UU KPK. Seharusnya, lembaga antirasuah diajak berbicara sebelum Revisi UU KPK disahkan. 

"KPK sebagai lembaga tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan legislasi baik di tingkat DPR ataupun di tingkat pemerintah sebelum presiden resmi mengirimkan surpres (surat presiden)," kata Kurnia dalam diskusi bertajuk "Jalan Inkonstitusional Revisi UU KPK" di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9).

Kurnia menuturkan, KPK adalah lembaga yang terdampak langsung dengan disahkan revisi. Tanpa diajak bicara, KPK berpotensi diberikan "obat" yang salah dari problem yang dialaminya.

"Seperti orang yang sakit belum diperiksa dokter, tetapi dokter memberikan obat kanker. Sebab, orang ini tidak pernah diperiksa masalahnya apa? Butuhnya apa? Obatnya apa? Itu logika sederhana agar publik memahami konteks pembahasan legislasi Revisi UU KPK ini," lanjut dia.

Kurnia pun menyebutkan, lembaga antirasuah tidak memerlukan Revisi UU KPK. Contohnya dari sisi Dewan Pengawas, Kurnia mengatakan KPK tidak membutuhkan.

Sebab, lanjut dia, KPK memiliki pengawasan internal dan eksternal. Di sisi internal, KPK memiliki deputi pengawas yang bersikap tegas menindak pejabat struktural lembaga antirasuah.

KPK sebagai lembaga tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan untuk revisi UU.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News