'Masih Sarapan Indomie?'

Menperin Turut Membela Indomie

'Masih Sarapan Indomie?'
Sejumlah aktifis Benteng Demokrasi Rakyat (BENDERA) melakukan aksi bakar Indomie saat memperingati 1000 hari kematian Soeharto di Markas Bendera, Jakarta, Selasa (12/10). Mereka menuntut penarikan Indomie yang mengandung bahan pengawet berbahaya. Foto: Dwi Pambudo/RM
Pemberitaan media massa Taiwan mengenai penarikan Indomie dikhawatirkan akan menggoyang eksistensi industri mie instant tanah air. Pemerintah langsung bersikap untuk langkah pengamanan. Seperti yang dilakukan oleh Kementrian Perindustrian RI (Kemenperin) kemarin.

Dalam sebuah jumpa pers di Kantor Kemenperin, Jalan Gatot Subroto Jakarta, Menteri Perindustrian (Menperin) M.S. Hidayat, menyatakan bahwa produk mie instan bikinan Indonesia aman dikonsumsi. Sikap pria kelahiran Jombang, Jawa Timur, itu senada dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Pada awal jumpa pers, Hidayat sempat berseloroh dengan wartawan. "Anda tadi pagi masih sarapan Indomie atau tidak," ujarnya seraya tersenyum.

Mengacu dari berbagai referensi, Hidayat mengatakan zat mengandung bahan pengawet E218 (Methyl P-Hydroxybenzoate) yang dipersoalkan Taiwan itu sebenarnya aman jika dikonsumsi dalam ambang batas tertentu. Zat tersebut memiliki merek dagang Nipagin yang merupakan bahan pengawet kecap manis.

Mengacu Peraturan Menteri Kesehatan nomor 722 tahun 1988 tentang aturan bahan tambakan makanan, nipagin diizinkan dengan ambang batas 250 mg per kg. Sedangkan dalam satu bungkus mi instant terhadap hanya empat gram kecap. Maka  kandungan nipagin hanya 1 mg.

Angka Acceptable Daily Intake atau asupan maksimum yang diizinkan adalah 10 mg per kilogram berat badan perhari. Hidayat mengambil referensi dari lembaga standardisasi makanan, European Food Safety Authority (EFSA). "Contoh untuk berat badan 50 kg ambang batas perhari nipagin 500 mg/kg atau setara dengan 500 bungkus mi instant perhari. Jadi anda mengkonsumis tiga bungkus saja masih sangat aman gitu loh, sebesar apapun itu (berat badan) anda," ungkapnya.

Dikatakan, selama ini Taiwan menentukan aturan sendiri, sesuai Peraturan Bahan Tambahan Pangan (BTP) bahwa produk mi instant tanpa kandungan nipagin. Sedangkan produk mi instan asal Indonesia yang ditemukan oleh Department of Health Taiwan, mengandung zat tersebut. - Mi instant asal Indonesia yang masuk ke Taiwan tanpa melalui eksportir resmi, sehingga standarnya tidak mengikuti standar Taiwan," ucapnya.

Menurut Hidayat, dalam perdagangan bebas kali ini dimungkinkan saja barang yang masuk ke Taiwan transit dari Negara lain. Produk mi asal Indonesia mungkin lewat Hongkong. Sedangkan Taiwan bukan merupakan Negara anggota CODEC, yang mengatur standar pangan internasional yang didukung Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan WHO." Sehingga dia (Tiawan)  menganut aturan sendiri yang dia tetapkan," tandasnya.

Padahal negara-negara besar tidak mempermasalahkan penggunaan nipagin. Semisal Kanada dan Amerika Serikat mengizinkan penggunaan nipagin maksimum 1.000 mg/kg, Singapur dan Brunai Darussalam 250 mg/kg,  serta Hongkong 500 mg/kg. Hidayat menyebutkan, jumlah industri mi instan di Indonesia adalah 17, dengan kapasitas produksi 1.772. 000 Ton pertahun.

Pemberitaan media massa Taiwan mengenai penarikan Indomie dikhawatirkan akan menggoyang eksistensi industri mie instant tanah air.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News