Kemenag: Lukman Hakim Pejabat yang Mengembalikan Gratifikasi Terbesar setelah Jokowi dan JK

Kemenag: Lukman Hakim Pejabat yang Mengembalikan Gratifikasi Terbesar setelah Jokowi dan JK
Menteri Agama Lukman Hakim. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama Mastuki mengatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merupakan sosok yang antikorupsi.

Mastuki menegaskan hal tersebut di tengah tudingan ke Lukman terkait kasus penentuan jabatan di Kemenag yang melibatkan anggota DPR Romahurmuziy dan mantan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin.

”Bisa dicek rekam jejak Menag (Lukman), beliau adalah pejabat publik dengan pengembalian gratifikasi terbesar kepada KPK setelah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla,” ujar Mastuki dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu (5/6).

Mastuki menambahkan, sebagai penyelenggara negara, Menag sadar penuh adanya larangan menerima gratifikasi. ”Pak Lukman mengembalikan gratifikasi ke KPK, semuanya ada bukti penerimaan pengembaliannya. Bahkan pernah mengembalikan perhiasan berlian hampir Rp 4 miliar. Beliau selalu menolak yang bukan haknya. Sehingga kemudian KPK menyebut Pak Lukman sebagai pejabat yang patuh pelaporan gratifikasi. Itu fakta,” ujarnya.

Kemenag: Lukman Hakim Pejabat yang Mengembalikan Gratifikasi Terbesar setelah Jokowi dan JK

”Jadi, logikanya, beliau yang sudah mengembalikan gratifikasi dalam jumlah besar, miliaran rupiah lo, masak mau mengorbankan reputasi dan integritasnya hanya untuk Rp 10 juta seperti dituduhkan Pak Haris,” imbuh Mastuki.

Terkait pemberian Kakanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin sebesar Rp 10 juta pada 9 Maret 2019 di Jombang, Mastuki kembali menegaskan bahwa uang itu tidak diberikan kepada Menag.

”Kenapa tidak diberikan ke Menag? Karena Haris tahu pasti Menag menolak. Maka oleh Haris diberikan ke ajudan. Kemudian ajudan baru lapor ke Menag setelah sampai Jakarta. Dan langsung diminta mengembalikan,” papar Mastuki.

Mastuki juga menyatakan Lukman Hakim tidak menerima Rp 50 juta dari Haris seperti yang dituduhkan terjadi di Surabaya pada 1 Maret 2019.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News